Bima, katada.id – Puluhan pemuda yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Desa (APDT) Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima menggelar aksi demo di depan kantor desa setempat, Senin (22/6). Dalam aksi itu mereka membawa keranda mayat yang bertulis matinya demokrasi sebagai simbol hilangnya kepercayaan terhadap pemerintah desa.
Korlap Muhammad Radiallah Aprialian menyampaikan aksi ini sebagai bentuk kepedulian atas persoalan yang begitu kompleks di Desa Timu dan perlu dicarikan segera solusinya. Salah satunya terkait penggunaan dana pengananan Covid-19.
“Kami menduga dalam penggunaan dana tersebut Pemdes tak transparan. Bahkan dalam pengadaan masker dan sebagaiannya diduga mark up harga,” ujarnya, dilansir dari kicknews.today.
Selain itu, dia juga menyorot terkait kejelasan pengadaan alat musik tradisional yang dianggarkan melalui Dana Desa Tahun 2019. “Kami tuding dalam kegiatan itu ada penyelewengan kekuasaan. Karena pengadaan Tahun 2019, tapi barangnya baru ada di Tahun 2020,” tuturnya.
Kemudian, pihaknya juga meminta Pemdes agar memperjelas persoalan BUMDes setempat. Pasalnya, sejak mengelola anggaran sebanyak Rp 80 juta sejak Tahun 2017, hingga kini tidak ada kejelasan penggunaanya. “Aset BUMDes itu tidak jelas, begitu pula penggunaan anggarannya,” tegas Radiallah.
Dengan kondisi tersebut, massa aksi juga menuntut Pemdes setempat agar segera meremajakan kepengurusan BUMDes tersebut. “BUMDes itu tidak sehat, harus segera diremajakan,” desaknya.
Tidak hanya itu, massa aksi juga mendesak Pemdes agar memperjelas keberadaan motor dinas kantor desa setempat yang diduga telah digadai. Karena warga tidak melihat motor itu digunakan di desa setempat. “Dari sekian banyak masalah itu, kami meminta Pemdes segera memberikan solusi,” katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Timu, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Muhammad Fikri membantah semua tudingan massa aksi. Karena sejauh ini pihaknya sudah melakukan penanganan Covid-19 sesuai prosedur dan membelanjakanya sesuai RAB. “Kami sudah membelanjakan dengan baik sesuai prosedur,” klaimnya, dilansir dari kicknews.today.
Kata dia, hal itu telah disampaikan kepada warga pada saat audiensi beberapa waktu lalu. Namun, masih saja dipertanyakan. “Dulu saat audiensi sudah dijelaskan. heran juga kenapa dipertanyakan lagi,” cetusnya.
Sementara soal BUMDes, pihaknya mengaku berkali-kali memanggil pengurusnya. Namun tidak pernah diindahkan. Dia berjanji akan kembali memanggilnya pada Selasa (23/6) besok. “Kalau peremajaan belum bisa kami lakukan karena ada pembatasan sosial,” tuturnya.
Selain itu, Kades juga membantah tudingan massa aksi soal pengadaan alat musik tradisonal dan motor dinas. “Semua itu tidak benar. Kami sudah lakukan semua sesuai prosedur,” pungkasnya. (red)