Derita Anak Akibat Perceraian, dan Layanan Integrasi Kelembagaan “PKSAI” Bereaksi

Oleh: Taufan, Dosen FH Unram, pendamping PKSAI Lombok Barat Kerjasama Unicef dan LPA NTB

0
Ibu MN (44) bersama dua orang anak laki-lakinya.

Nasib pilu dialami oleh Ibu MN (44), setelah beruntun bercerai dengan dua suami. Kini ia harus bertarung dengan hidup bersama dua orang anak laki-lakinya: “AAR” (7) dan “RAP” (2) di Berugak yang berlokasi di Dusun Sukamaju Desa Midang Kabupaten Lombok Barat. Di sisi lain, Ibu MN tercatat dalam administrasi kependudukan Kota Mataram sebagaimana yang ditunjukan dalam identitas KTP.

Ibu MN, memiliki empat anak dari suami pertama, yaitu ZF Laki-laki (23) menikah dan tinggal di Kediri Lombok Barat, LA Perempuan (21) Menikah tinggal di Monjok Kota Mataram, STA Perempuan (12) Kelas 4 SD tinggal di Kecamatan Ampenan, dan AAR Laki-laki (7) belum sekolah yang sekarang bersamanya. Dari suami kedua, Ibu MN melahirkan anak AAR Laki-laki (2) yang juga sekarang dirawatnya di Berugak. “Saya tinggal di Berugak ini setelah dicerai oleh suami kedua, saya membawa “AAR” dan “RAP” tinggal ditempat sekarang ini dekatan dengan rumah saudara biar saya bisa bantu-bantu jualan serabi untuk membiayai kehidupan anak-anak”, tuturnya.

Mendapati informasi awal dari warga, Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) yang mengintegrasikan semua layanan OPD terjun melihat kondisi yang dialami Ibu MN dengan melakukan kolaborasi layanan PKSAI Gabungan. Penjangkauan kasus terhadap Ibu MN dilakukan pada Rabu (30/09/2020) oleh PKSAI Provinsi NTB diwakili Siti Eny Chaerani, selaku Kasie Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Anak dan Usia Lanjut Dinsos Prov. NTB, Baiq Zaitun, Kabid Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kab. Lombok Barat sekaligus Ketua Kesekretariatan PKSAI Lombok Barat beserta Mustiklar selaku Kabid Pemenuhan Hak Anak DP2KBP3A.

Tim PKSAI turun melihat langsung kondisi ibu MN, Rabu (30/9) lalu.

Kemudian Tim PKSAI Kota Mataram diwakili oleh Ahmad Zaini selaku Kasie Perubahan Status Anak dan Lalu M. Aulia Husnurrido selaku Kasie Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Anak dan Usia Lanjut. Sesuai dengan hasil penjangkauan, Ibu MN telah menikah sebanyak dua kali, yaitu suami pertama bernama S pekerjaan buruh harian lepas. Mereka dulu tinggal di rumah yang dimiliki oleh S di Kelurahan Monjok Barat Kecamatan Selaparang, telah memiliki akta nikah dan keempat anaknya sudah memiliki akta kelahiran. Tahun 2016 mereka bercerai kemudian tahun 2017 Ibu MN menikah dengan M dan melahirkan anak bernama RAP, namun mereka bercerai kira-kira satu bulan setelah “RAP” lahir pada tahun 2018.

Berugak (Sekenem), tempat Ibu MN dengan dua anaknya menjalani siklus kehidupan merupakan milik umum, diapit oleh tiga buah bangunan rumah dan ada gang/jalan umum di dekatnya untuk lalu lalang. Terlihat jelas kain dan pakaian yang bergantungan, tidak dilengkapi dengan dinding maupun pintu sebagai pelindung dari dingin maupun teriknya matahari. Tentu tidak layak menjadi tempat tinggal, apalagi untuk anak-anak yang masih rentan secara fisik maupun psikologis yang dapat memberikan dampak buruk bagi masa depan anaknya kelak.

Selain itu, kondisi tempat tinggal yang tidak layak untuk anak-anak dan keadaan ekonomi yang tidak menentu, Ibu MN tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi, nutrisi dan vitamin anaknya sehingga ditunjukan pula dari hasil pemeriksaan tenaga kesehatan melalui posyandu di Desa Midang, anaknya atas nama “RAP” didiagnosa kategori Bawah Garis Merah (BGM) yang tercatat di buku kontrol KIA dan terlihat dari tampilan fisiknya lebih kurus dan kecil dibandingkan dengan anak seusianya, sehingga bila hal ini tidak segera ditangani dikhawatirkan RAP akan mengalami gizi buruk.

Selain persoalan anak, berdasar informasi dari Ibu Oni, warga sekitar, “keberadaan ibu MN di kampung ini sebenarnya ada penolakan dari sebagian masyarakat. “Identitas dan status tidak jelas, menurut warga yang menolak bisa menimbulkan fitnah dan anggapan tidak baik pada ibu MN,” cerita Ibu Oni.

Setelah diadakan penjangkauan sekaligus asesment maka Tim PKSAI Gabungan mengadakan case conference langsung di lokasi, terang Lalu M. Aulia Husnurrido. Dari catatan yang dikutip dari laporan PKSAI Gabungan, terdapat kesepakatan Dinas Sosial Pemda Provinsi NTB, Dinas Sosial Kota Mataram, Dinas Sosisal Kab. Lombok Barat dan Dinas DP2KBP3A Kab. Lombok Barat.

Pertama, dari pihak Pemda Provinsi NTB melalui Dinas Sosial Provinsi NTB akan memfasilitasi anak-anak ibu “MN” untuk prioritas mendapatkan bantuan anak terlantar dari dana APBD I dan APBN. Kedua, pihak Pemda Kab. Lombok Barat melalui Dinas Sosial dan DP2KBP3A Kabupaten Lombok Barat siap berkoordinasi dengan Kepala Desa Midang untuk membantu dan memfasilitasi ibu “MN” dan anak-anaknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan atau kebutuhan lainnya sebelum bantuan dan fasilitasi dari PKSAI Kota Mataram masih dalam proses. Ketiga, Pemkot Mataram akan memfasilitasi untuk tinggal di Rumah Susun Sewa (RUSUNAWA) dengan berkoordinasi dengan Dinas Perumahan dan Permukiman.

Lebih lanjut, diupayakan untuk mendapatkan bantuan usaha untuk berdagang dalam bentuk barang, yaitu etalase/rombong sekaligus barang dagangannya berupa paket sembako untuk siap dijual dari Dinas Sosial Kota Mataram. Selain itu, difasilitasi untuk pembuatan KK dan KTP baru untuk ibu “MN” dan akta kelahiran bagi anaknya atas nama “RAP” dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Mataram. Kemudian, difasilitasi oleh Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan Kota Mataram untuk mendapatkan BPJS tanggungan Pemerintah Kota Mataram untuk pelayanan kesehatan untuk  anaknya “RAP”. Kota Mataram juga akan memfasilitasi untuk menyekolahkan anaknya atas nama “AAR” di SD sekitar Rusunawa dengan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan atau Kemenag Kota Mataram, dan terakhir difasilitasi oleh DP3A Kota Mataram untuk perlindungan dan pemberdayaan ibu “MN”.

Kesepakatan tim PKSAI Gabungan tersebut tentu menjadi solusi yang menggembirakan bagi Ibu MN, saudara, keluarga maupun warga sekitar. Reaksi dari tim PKSAI Gabungan sekaligus menunjukan bagian penting penguatan integrasi kelembagaan dalam mengoptimalkan pelayanan yang selama ini terkesan mengalami kontraksi. Sehingga, untuk memperluas jangkauan praktik baik PKSAI bagi seluruh anak rentan, sistem pelayanan integrasi melalui PKSAI perlu terus dilakukan penguatan, yaitu pada lingkup penguatan substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum.

Penguatan substansi hukum diantaranya dapat dilakukan perubahan aturan dari peraturan kepala daerah menjadi peraturan daerah, penguatan substansi koordinasi, monitoring dan evaluasi/pembinaan dan pengawasan, sistem informasi dan peran masyarakat, serta penguatan ketentuan teknis (Juknis/SOP). Di samping itu, keberadaaan PKSAI perlu dipertegas dan diperjelas dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Penguatan struktur yang dapat dilakukan diantaranya yaitu penguatan kelembagaan dan SDM yang perlu melibatkan kekuatan Bappeda sebagai sektor kunci pembangunan daerah. Penguatan struktur PKSAI perlu dipertimbangkan menjadi kelembagaan/unit pelayanan teknis yang terpadu dan penguatan struktur sampai dengan tingkat desa, optimalisasi fungsi Diskominfo dalam sistem informasi, reorientasi tugas dan fungsi peksos. Sedangkan penguatan kultur hukum yang perlu dilakukan adalah memperkuat peran serta masyarakat melalui fungsi sosial kontrol yang dapat ditempuh dengan mengggerakan kekuatan komunitas sosial. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here