Mataram, katada.id – Aktivitas tambang emas ilegal di Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali menjadi sorotan nasional. Bagaimana tidak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya tambang emas liar yang mampu memproduksi hingga tiga kilogram emas per hari di kawasan sekitar Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah.
Lokasi tambang tersebut berada di wilayah selatan Pulau Lombok, tepatnya Kecamatan Sekotong, Lombok Barat. Kawasan itu dikenal sebagai titik panas tambang emas tanpa izin (PETI) sejak bertahun-tahun lalu, dan hingga kini belum tersentuh penyelesaian hukum yang serius.
“Tambang emas ilegal di Sekotong, sebenarnya bukan hal yang baru, namun selalu disorot setiap tahun. Uniknya, permasalahan yang sama kembali mencuat, seolah tidak ada jejak penegakan hukum pada tahun sebelumnya. Pada Maret 2025, pemberitaan media lokal juga menyatakan bahwa KPK akan ambil alih kasus tambang ilegal sekotong jika tersendat,” ungkap Taufan, SH.,MH, Akademisi Universitas Mataram Rabu, (29/10).
Sebut Kerugian Negara Rp1 Triliun dan 89 Hektare Hutan Rusak
Menurut Taufan, mengutip data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB membeberkan bahwa kerugian negara akibat aktivitas tambang ilegal di Sekotong mencapai Rp1,08 triliun. Selain itu, sekitar 89,19 hektare kawasan hutan telah rusak akibat aktivitas tersebut.
“Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019, mengungkap 6.852 usaha atau perusahaan penggalian di NTB,, namun hanya empat di antaranya berbadan hukum. Sisanya merupakan usaha rumah tangga yang sebagian besar tidak memiliki izin tambang resmi,” bebernya.
Diduga Libatkan Oknum Aparat
Taufan, menilai tambang ilegal di NTB bukan sekadar persoalan ekonomi rakyat kecil, melainkan sudah menjadi kejahatan lingkungan yang terorganisir.
“Tambang ilegal di Sekotong dan beberapa wilayah di Pulau Sumbawa bukan lagi rahasia. Sulit membayangkan aparat tidak tahu, karena aktivitas ini berjalan terbuka. Ada indikasi kuat keterlibatan oknum penegak hukum, perangkat daerah, bahkan ormas,” tegasnya, direktur LPW NTB ini.
Dia menyerukan agar Kejaksaan dan KPK segera turun tangan menindak tegas para pelaku, termasuk aktor di balik layar yang selama ini diduga melindungi aktivitas tersebut.
“Jika tidak ada tindakan hukum yang tegas, kerusakan ini akan terus berulang setiap tahun,” tambahnya.
Tekankan Kehadiran Negara
Menurutnya, tambang ilegal tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi dan kerusakan lingkungan, tetapi juga menurunkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di daerah.
“Mineral dan batubara adalah karunia Tuhan yang dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat. Tapi sekarang, yang kaya hanya segelintir orang, sementara rakyat menanggung akibat dari banjir, kekeringan, dan konflik sosial,” ujarnya.
Ia menekankan, negara harus hadir bukan hanya sebagai pengawas, tetapi juga penjamin keadilan ekologis. “Sudah waktunya menegakkan hukum secara nyata, bukan hanya wacana,” tutupnya. (*)













