Bima, katada.id – Pengelolaan aset tanah properti investasi milik Pemkab Bima disorot. Bagaimana tidak, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan bahwa ribuan bidang tanah itu tidak dikelola sesuai aturan dan berpotensi membuat kebocoran Pendapatan Asli Daerah.
Temuan tersebut tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Nomor: 152.A/LHP/XIX.MTR/05/2025 atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bima Tahun 2024.
Dalam laporan setebal 1.328 halaman itu, BPK mengungkap nilai properti investasi tanah Pemkab Bima mencapai Rp81,3 miliar per 31 Desember 2024.
Namun, dari jumlah itu, ribuan bidang tanah justru tidak terkelola dengan baik dan tak memenuhi ketentuan pengelolaan Barang Milik Daerah.
Disewakan Tanpa Penilaian Resmi
BPK menemukan, aset tanah yang disewakan Pemkab Bima tidak pernah dinilai oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) maupun Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
“Selama ini harga sewa hanya mengacu pada keputusan bupati yang didasarkan pada musyawarah dengan masyarakat,” tulis BPK.
Praktik tersebut dinilai tidak sesuai aturan dan membuka celah permainan harga sewa yang berpotensi menggerus Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akibatnya, aset bernilai besar justru disewakan dengan tarif di bawah standar kewajaran pasar.
1.144 Bidang Tanah Belum Bersertifikat
BPK juga menyoroti lemahnya aspek legalitas kepemilikan tanah. Dari total 1.884 bidang tanah properti investasi, sebanyak 1.144 bidang belum memiliki sertifikat.
“Tanah tanpa sertifikat sangat rawan diperebutkan, bahkan berpotensi hilang dari penguasaan daerah,” tegas BPK.
Ketiadaan sertifikat membuat posisi hukum Pemkab Bima lemah dan menyulitkan proses pengamanan aset ketika muncul klaim dari pihak lain.
25 Bidang Dikuasai Pihak Lain
Lebih mencengangkan, BPK mencatat ada 25 bidang tanah investasi yang kini dikuasai pihak lain.
Kondisi itu membuat pemenang lelang tak dapat memanfaatkan aset yang telah mereka menangkan, karena secara fisik masih dikuasai oleh pihak ketiga.
381 Bidang Belum Dicatat di Neraca
Selain itu, 381 bidang tanah investasi juga ditemukan belum masuk dalam neraca aset Pemkab Bima. Padahal, aturan pengelolaan BMD sebagaimana diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2020 dan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 mengharuskan pencatatan aset secara lengkap dan akurat.
Menurut BPK, kondisi ini membuat pengelolaan aset tidak transparan, berisiko kehilangan potensi pendapatan, serta menimbulkan peluang penyimpangan dalam pemanfaatannya.
Risiko Hilangnya Pendapatan Daerah
Dari hasil pemeriksaan tersebut, BPK menilai kondisi aset tanah Pemkab Bima berisiko tinggi terhadap kebocoran PAD.
Harga sewa yang tak sesuai nilai pasar, aset tanpa sertifikat, serta tanah yang dikuasai pihak luar diperkirakan menyebabkan daerah kehilangan potensi pendapatan miliaran rupiah per tahun.
Hingga berita ini diturunkan, Sekretaris Daerah Kabupaten Bima, Adel Linggi Ardi, belum memberikan tanggapan atas permintaan konfirmasi katada.id.
Demikian pula Plt Kepala BPKAD Kabupaten Bima, Aries Munandar, belum menjawab pesan dan konfirmasi yang dikirimkan. (*)













