Katada

Belanja BBM DPRD Lombok Utara Rp382 Juta Berpotensi Rugikan Keuangan Daerah

Ilustrasi. (google/net)

Lombok Utara, katada.id – Penggunaan anggaran di DPRD Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali bermasalah. Kali ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB menemukan belanja bahan bakar minyak (BBM) untuk 30 orang dewan yang berpotensi merugikan keuangan daerah.

Pada tahun 2021, Sekretariat DPRD Lombok Utara mendapat gelontoran dana pembelian BBM Rp382.064.300. Anggaran itu untuk  belanja barang-bahan bakar dan pelumas; belanja pemeliharaan alat besar -alat bantu -alat penarik; dan belanja pemeliharaan alat angkutan -alat angkutan darat bermotor –kendaraan.

Rincian belanja barang-bahan bakar dan pelumas, yakni belanja BBM jenis Dexlite 15.600 liter untuk pimpinan DPRD dianggarkan Rp148,2 juta; belanja BBM jenis Pertalite 7.650 liter untuk Sekretariat Dewan Rp170.198.300; belanja BBM jenis Pertalite 960 liter untuk operasional komisi DPRD Rp7.344.000; belanja BBM jenis untuk operasional Sekretariat Dewan masing-masing Dexlite 170 liter Rp1.615.000 dan Pertalite 200 liter Rp1.530.000.

Baca Juga: Dugaan Perjalanan Dinas Fiktif, Begini Modus Puluhan Anggota DPRD Lombok Utara Keruk Uang Rp195 Juta

Belanja pemeliharaan alat besar -alat bantu -alat penarik yakni belanja BBM jenis Dexlite 1000 liter Rp9,5 juta untuk kebutuhan Genset. Terakhir, belanja pemeliharaan alat angkutan -alat angkutan darat bermotor –kendaraan, dengan rincian belanja Pertalite 3.330 liter untuk operasional komisi Rp25.474.500. Belanja Dexlite 990 liter Rp9.405.000 dan Pertalite 1.150 liter Rp8.797.500 untuk operasional Sekretariat Dewan.

Kepada auditor BPK, Sekretaris DPRD Kartadi Haris mengaku Sekretariat Dewan belum melakukan perjanjian kerja sama pembelian BBM dengan pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Sementara, mekanisme pembelian BBM adalah dengan pemberian uang muka kepada masing-masing pegawai dan pimpinan DPRD. ’’Kemudian dipertanggungjawabkan dengan bukti pembelian berupa nota kontan dari SPBU oleh yang bersangkutan,’’ jelas Haris dikutip dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2021 halaman 20.

Baca Juga: Jadi Temuan BPK, Tiga Anggota DPRD Lombok Utara Diminta Kembalikan Tunjangan Transportasi Rp297 Juta

Selanjutnya, bendahara pengeluaran mengumpulkan bukti nota kontan dari para pegawai/pimpinan DPRD untuk dibuatkan kuitansi belanja BBM setiap bulannya. Kuitansi belanja BBM ini ditandatangani oleh pengawas SPBU.

Pemeriksaan lebih lanjut pada Surat Pertanggungjawaban (SPJ) realisasi belanja BBM, diketahui bukti nota kontan pembelian BBM dari masing-masing pegawai/pimpinan DPRD dicatat secara gabungan per bulan. Bukan berupa struk pembelian yang biasa diterima setiap kali pengisian BBM di SPBU.

BPK kemudian mengkonfirmasi kepada pengawas SPBU. Hasil konfirmasi kepada pengawas SPBU, memang benar telah dilakukan pengisian di SPBU tersebut oleh pihak Sekretariat DPRD.

Baca Juga: Duh, Tiga Hotel di Gili Trawangan Nunggak Pajak Rp151 Juta

Pengawas SPBU juga mengakui telah menandatangani kuitansi belanja BBM. Namun Pengawas SPBU tidak menandatangani bukti nota kontan sebagai rincian pendukung SPJ.

Selain itu, pengawas SPBU menyatakan besaran nilai yang ada di kuitansi tidak dapat diketahui nilai pembelian yang sebenarnya. Karena tidak ada catatan volume untuk masing[1]masing transaksi. Namun pengawas SPBU tetap menandatangani berkas kuitansi walaupun tidak mengetahui secara pasti angka pembelian yang sebenarnya.

Menurut BPK, kondisi tersebut mengakibatkan potensi penyalahgunaan belanja BBM. Karena Pemda Lombok Utara belum memiliki mekanisme atau prosedur yang memadai dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban pembelian BBM.

Baca Juga: Oknum Pejabat Lombok Utara Pelaku Video Mesum Diberhentikan dari Jabatan

Sekretaris DPRD Kartadi Haris menyatakan sependapat dengan kondisi yang ditemukan dan akan melakukan perbaikan untuk ke depannya.

BPK merekomendasikan Bupati Lombok Utara untuk membuat prosedur operasional standar dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja BBM.

’’Prosedur operasional tersebut ditetapkan secara resmi dan berlaku untuk semua satuan kerja. Prosedur tersebut mengandung pengendalian intern yang memadai untuk mendeteksi dan menaksir kewajaran pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja sampai kepada bukti dasarnya dari SPBU,’’ kata BPK NTB dalam rekomendasinya dalam LHP tahun 2021. (ham)

Exit mobile version