Mataram, katada.id – Anggota DPRD NTB Muhammad Aminurlah menyoroti maraknya tambak udang ilegal di Bima dan Dompu. Ia menilai dampak aktivitas tambak ilegal ini merusak ekosistem laut.
“Kami minta Pemda menutup tambak udang ilegal di NTB, khususnya yang beroperasi di Bima dan Dompu,” kata Aminurlah, Kamis (30/1).
Ia menjelaskan, Pemda harus memperhatikan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tambak yang ada. Menurutnya, yang terjadi di Kabupaten Bima dan Dompu, banyak tambak yang tidak memgantongi AMDAL.
Parahnya lagi, limbah dibuang langsung ke laut. “Jadi, limbahnya dibuang ke laut. Makanya, di pinggir laut ini sudah tidak ada lagi ikan. Ini merusak ekosistem laut,” ungkap politisi PAN yang akrab disapa Maman ini.
Kondisi ini sangat memprihatikan dan berdampak buruk bagi kelangsungan ekosistem laut untuk ke depannya. “Nelayan sulit mencari ikan karena dampak dari limbah tambak. Bagaimana orang tidak tambah miskin,” cetus dia.
Kehadiran tambak juga dinilai tidak berkontribusi besar untuk pendapatan asli daerah (PAD). Sebaliknya, malah menyumbang kerusakan ekosistem laut. “Sumbangan untuk PAD tidak ada,” beber Maman.
Ia menyinggung bahwa tambak yang mengkampanyekan akan membuka lapangan pekerjaan, justru jarang mengakomodir orang lokal. “Kampanye besar untuk merekrut orang lokal mana? Justru orang luar,” kata dia.
Maman menambahkan kehadiran tambak juga membuat laut tercemar. Dulunya, banyak lobster, namun kini sudah mulai berkurang. “Misalnya di Selat Sape itu,” kata dia.
Ia kembali mengingatkan agar Pemda mengevaluasi keberadaan tambak dan menutup yang tidak memiliki AMDAL. “Saya minta pertama dievaluasi, apabila AMDAL-nya tidak ada, itu perlu ditutup,” tegasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V mengidentifikasi kebocoran di sektor perizinan tambak udang di NTB akibat rendahnya sinkronisasi data antarinstansi terkait. Hanya sekitar 10 persen tambak di NTB yang tercatat memiliki izin persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang laut (PKKPR Laut) dan izin lingkungan.
Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria mengungkapkan bahwa ketidakpatuhan ini mencerminkan lemahnya pengawasan serta kurangnya koordinasi antarinstansi terkait. Kondisi ini berpotensi memicu pelanggaran hukum, praktik korupsi di sektor perizinan tambak, dan kerugian berupa kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak.
“Seharusnya jumlah tambak yang terdaftar di DPMPTSP sesuai dengan jumlah izin lingkungan di DLHK. Izin lingkungannya itu tidak sampai 10%, begitu pun izin Persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang laut yang tercatat hanya 10%. Jadi, dapat dikatakan banyak masalah tambak di NTB itu karena mereka tidak punya izin lingkungan, sementara izin tambaknya ada. Mereka tidak berkoordinasi antar instansi sehingga menimbulkan ketimpangan izin,” jelas Dian.
Lebih rinci, data DPMPTSP Provinsi NTB mencatat sejauh ini izin tambak yang telah diterbitkan berjumlah 256 tambak. Namun, DLHK mencatat hanya 33 (10%) izin lingkungan yang sudah diterbitkan. Dian menegaskan, seharusnya usaha tambak tak boleh beroperasi jika belum memiliki izin lingkungan.
Di sisi lain, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB mencatat ada 197 tambak yang mengantongi surat izin usaha perikanan (SIUP), yang tersebar di Kabupaten Sumbawa (106 tambak), Lombok Timur (47), Lombok Utara (12), Sumbawa Barat (7), serta Kabupaten Bima (25).
“Di Kabupaten Sumbawa, data DKP Provinsi NTB menunjukkan terdapat 106 tambak yang telah memiliki surat izin usaha perikanan. Namun, menurut catatan Pemda Sumbawa, jumlah izin yang tercatat mencapai 131. Selain itu, ditemukan pula 885 tambak udang yang beroperasi secara ilegal di wilayah tersebut,” ucap Dian.
Dian menjelaskan, tambak udang menjadi fokus perhatian karena peran strategisnya bagi NTB dan Indonesia. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir (2021–2024), NTB menjadi provinsi dengan produksi udang terbesar di Indonesia, mengungguli Jawa Barat dan Jawa Timur. Selama periode tersebut, total produksi udang di NTB mencapai 197.040.111 ton.
“Indonesia juga tercatat sebagai negara pengekspor udang terbesar keempat, dengan kontribusi sebesar 6,6 persen dari total ekspor udang dunia pada 2022 (data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) 2023). Udang juga menyumbang hingga 34% dari pendapatan sektor kelautan dan perikanan nasional. Artinya, komoditas ini sangat penting bagi perekonomian Indonesia,” tutur Dian. (din)