Mataram, katada.id – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi NTB kuartal II 2025 sebesar 6,56 persen. Namun, dorongan terbesar justru datang dari industri pengolahan mineral dan ekspor.
Sektor hilirisasi hasil bumi – seperti perikanan, pertanian, dan peternakan – yang menjadi potensi utama daerah, dinilai masih jalan di tempat.
Anggota Komisi III DPRD NTB bidang Keuangan dan Perbankan, Muhamad Aminurlah, mengaku prihatin. Menurutnya, sektor ini seharusnya menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di NTB.
“NTB ini, utamanya di Pulau Sumbawa dikenal sebagai penghasil jagung terbesar di Indonesia tapi industri jagung tidak ada. Akibatnya, jagung dari petani Sumbawa dikirim mentah-mentah ke daerah lainnya, akibatnya yang punya nilai tambah atau hilirisasi adalah wilayah di luar NTB,” ujarnya, Rabu (6/8).
Politisi PAN ini mengungkapkan, kajian komisinya menunjukkan pada semester I 2025, APBD NTB justru lebih banyak tersedot ke belanja rutin. Belanja pengadaan barang dan jasa – yang bisa menyerap banyak tenaga kerja – tak terlihat berjalan.
“Jika proyek pemerintah berjalan maka, lapangan kerja akan banyak terserap. Ini masih omon-omon saja, karena pengangguran kita masih banyak kok. Bagaimana ekonomi mau bergerak jika proyek pemprov enggak berjalan hingga kini,” tegas Haji Maman.
Ia mendesak Pemprov NTB fokus pada program hilirisasi produk unggulan daerah. Selain jagung, sektor peternakan, budidaya laut, dan tambak memiliki pasar jelas. Bahkan, pemerintah DKI Jakarta hingga Pemprov Kaltim dan Kalbar rutin meminta pasokan sapi dari NTB.
Namun, kata dia, industrialisasi di sektor peternakan belum ada, khususnya di Pulau Sumbawa.
“Bagaimana NTB bisa Makmur Mendunia, jika sektor yang bisa menyerap tenaga kerja enggak bisa disentuh dengan masuknya investasi. Saya kira, ini akan menjadi bom waktu bagi pemerintahan Iqbal-Dinda jika enggak merealisasikan janji politiknya,” tandasnya.
Menurut anggota Banggar DPRD NTB itu, potensi NTB relatif lengkap dan mudah dijual ke investor. “Dengan jaringan Pak Gubernur yang lama sebagai duta besar, tentu sekadar investor jagung, tambak, potensi kelautan, dan peternakan saya kira mampu beliau lakukan. Ini karena jika enggak mampu, maka akan terjadi bom waktu bagi pemerintahannya ke depan,” ujarnya.
Pertumbuhan Didominasi Industri Mineral
BPS NTB sebelumnya merilis, industri pengolahan tumbuh pesat 37,69 persen di triwulan II 2025 dan menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi, didorong aktivitas pemurnian mineral oleh PT Amman Mineral Industri (AMIN) di Sumbawa Barat.
Di sisi pengeluaran, ekspor barang dan jasa naik 26,62 persen dibandingkan triwulan sebelumnya, meski secara tahunan masih terkontraksi minus 40,02 persen.
Dari 17 lapangan usaha, 15 di antaranya tumbuh positif. Sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum naik 17,83 persen berkat lonjakan wisatawan dan okupansi hotel.
Pertanian, kehutanan, dan perikanan – yang berkontribusi 23,31 persen terhadap PDRB NTB – tumbuh 7,80 persen, didukung kenaikan produksi padi 5,86 persen secara tahunan. Konsumsi rumah tangga naik 2,89 persen dan investasi (PMTB) naik 1,08 persen, menandakan pulihnya daya beli dan kepercayaan pelaku usaha.
Meski begitu, ekonomi NTB secara tahunan masih minus 0,82 persen, tertekan penurunan sektor pertambangan dan penggalian akibat anjloknya produksi tembaga 57 persen sejak larangan ekspor konsentrat mentah. Belanja pegawai di sektor administrasi pemerintahan juga turun dari Rp3,2 triliun menjadi Rp2,9 triliun karena pembayaran THR sudah dilakukan pada triwulan sebelumnya. (*)