Mataram,katada.id – Kasus dugaan gratifikasi di lingkungan DPRD Nusa Tenggara Barat terus bergerak, namun Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB masih menahan diri menetapkan anggota dewan penerima “uang siluman” sebagai tersangka. “Belum ke situ,” ujar Asisten Pidana Khusus Kejati NTB, Zulkifli Said, Selasa (25/11).
Sejauh ini, sekitar 15 anggota DPRD NTB telah mengembalikan duit yang mereka terima kepada jaksa. Nilainya menembus lebih dari Rp 2 miliar. “Sudah kami sita sebagai barang bukti,” kata Zulkifli. Namun, ia enggan membuka identitas para penerima fee tersebut. “Nanti yang itu,” ujarnya mengelak.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, beberapa anggota dewan yang terlibat kini mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Zulkifli mengaku mengetahui pergerakan itu, tetapi hingga kini belum ada surat resmi masuk. “Kami tetap memproses perkara ini dengan pendekatan hukum dan hati nurani,” tuturnya.
Dalam perkara ini, Kejati NTB telah lebih dulu menetapkan tiga anggota dewan sebagai tersangka: Indra Jaya Usman (IJU), M. Nashib Ikroman (MNI), dan Hamdan Kasim (HK). Ketiganya kini mendekam di tahanan.
Kasus ini bergulir setelah muncul kabar adanya pembagian fee dari jatah pokok pikiran (pokir) anggota dewan. Setiap anggota disebut mengantongi alokasi pokir sekitar Rp 2 miliar. Alih-alih disalurkan dalam bentuk program, sejumlah legislator justru menerima fee sekitar 15 persen atau setara Rp 300 juta untuk tiap orang.
Kejati NTB mulai menyelidiki dugaan gratifikasi ini berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Kepala Kejaksaan Tinggi NTB Nomor PRINT-09/N.2/Fd.1/07/2025 tertanggal 10 Juli 2025. (*)













