Bima, katada.id – Kegiatan reses empat anggota DPRD Bima diduga fiktif. Mereka membuat surat pertanggungjawab (SPJ) seolah-olah telah melaksanakan reses agar anggaran dicairkan.
Kegiatan reses empat anggota DPRD masing-masing inisial MA, EM, Abd dan Mus menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB. Total temuan dugaan penyelewengan anggaran reses untuk empat anggota dewan tersebut mencapai Rp130.300.000.
Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2021, pelaksanaan reses anggota DPRD tidak sepenuhnya dilakukan dengan dokumen pertanggungjawaban yang benar. Itu diketahui setelah BPK melakukan pemeriksaan dengan uji petik SPJ reses dan mengkonfirmasi kepada perangkat desa tempat anggota DPRD melaksanakan reses.
Dikutip dari LHP BPK, empat orang anggota DPRD Bima itu tidak melaksanakan kegiatan reses. Tetapi dana reses masing-masing anggota DPRD tersebut tetap dibayarkan.
Berdasarkan dokumen LHP BPK yang dikantongi media ini, empat anggota DPRD itu masing-masing menerima anggaran reses hingga puluhan juta.
Anggota DPRD inisial MA menerima dana reses Rp31.450.000. Dengan rincian, ATK Rp1 juta, Fotocopy Rp1 juta, sewa kursi Rp1 juta, sound system Rp1 juta, terop Rp1,5juta, snack Rp5,5 juta, makan Rp10 juta, air minum Rp1 juta, tunjangan reses Rp9.450.000.
Dalam laporan, ia melaksanakan reses di Desa Sangiang, Desa Tawali, dan Rangga Solo pada Mei 2021 lalu. Setelah dikonfirmasi BPK, ternyata MA tidak melaksanakan reses di tiga desa tersebut.
Hal yang sama ditemukan dalam laporan reses anggota DPRD inisial EM. Ia membuat laporan telah melaksanakan reses di Desa Panda dan menerima anggaran Rp32.950.000. Rinciannya, ATK Rp1 juta, Fotocopy Rp1 juta, sewa kursi Rp2 juta, sound system Rp1,5 juta, terop Rp1,5juta, snack Rp5,5 juta, makan Rp10 juta, air minum Rp1 juta dan tunjangan reses Rp9.450.000.
Dalam SPJ, EM melaksanakan reses pada Mei 2021. Setelah dikonfirmasi BPK, EM juga tidak pernah melakukan kegiatan reses di desa setempat.
Begitu juga dengan anggota DPRD inisial Abd. Ia menerima dana reses Rp32.950.000. Dengan rincian, ATK Rp1 juta, Fotocopy Rp1 juta, sewa kursi Rp2 juta, sound system Rp1,5 juta, terop Rp1,5juta, snack Rp5,5 juta, makan Rp10 juta, air minum Rp1 juta, tunjangan reses Rp9.450.000.
Dalam SPJ, ia melaksanakan reses di Desa Teke, Maret 2021. Tetapi setelah di kroscek dokumen dan uji petik di lokasi reses, ia tidak melaksanakan reses seperti yang dibuat dalam SPJ.
Sementara, anggota DPRD Bima inisial Mus membuat SPJ seolah-olah telah melaksanakan reses di Desa Nipa. Setelah dikonfirmasi BPK kepada perangkat desa lokasi reses, ia tidak pernah melaksanakan reses pada Maret 2021.
Meski demikian, anggaran resesnya tetap cair sebesar Rp32.950.000. Rinciannya ATK Rp1 juta, Fotocopy Rp1 juta, sewa kursi Rp2 juta, sound system Rp1,5 juta, terop Rp1,5juta, snack Rp5,5 juta, makan Rp10 juta, air minum Rp1 juta, tunjangan reses Rp9.450.000.
Atas temuan itu, BPK merekomendasikan kepada Bupati Bima agar memerintahkan Sekretariat DPRD untuk menyetorkan kelebihan pembayaran kegiatan reses empat anggota DPRD tersebut sebesar Rp130.300.000.
Sekretaris DPRD Bima, Edy Tarunawan yang dikonfirmasi katada.id belum memberikan komentar atas temuan BPK. Ia hanya membaca pesan singkat berisi pertanyaan yang mengkonfirmasi temuan atas kelebihan pembayaran dana reses tersebut.
Begitu juga dengan Ketua DPRD Bima, Muhammad Putera Ferryandi. Ia belum memberikan tanggapan atas temuan BPK terhadap penggunaan dana reses empat anggotanya tersebut. Pesan singkat WhatsApp yang dikirim media ini hanya dibaca saja. (tim)