Mataram, katada.id – Proses penyelidikan dugaan korupsi terkait penyerahan dan pengelolaan dana pokok pikiran (Pokir) DPRD NTB Tahun 2025 terus bergulir di Kejaksaan Tinggi NTB.
Satu per satu anggota legislatif yang berkantor di Jalan Udayana, Mataram, mulai dipanggil untuk diperiksa oleh tim penyidik bidang Pidana Khusus (Pidsus).
Dua anggota DPRD NTB, Indra Jaya Usman (IJU) dan Abdul Rahim, diperiksa secara terpisah oleh jaksa, Kamis (24/7).
Pemeriksaan ini memantik ketegangan di internal lembaga legislatif. Dugaan adanya “dana siluman” dibalut dengan “fee” pokir membuat sebagian anggota DPRD saling menyalahkan.
Informasinya, masing-masing anggota DPRD akan mendapatkan program atau pokok-pokok pikiran (Pokir) senilai Rp2 miliar. Namun mereka tidak diberikan dalam bentuk program, melainkan dalam bentuk uang fee sebesar 15 persen dari total anggaran program tersebut, atau setara dengan sekitar Rp300 juta.
Ancam Lapor Balik
IJU, usai diperiksa di kantor Kejati NTB, membuka kemungkinan akan melapor balik karena merasa dirugikan namanya terseret dalam kasus tersebut. “Ada kemungkinan melapor balik. Nanti kita lihat proses hukumnya,” tegas Ketua DPD Demokrat NTB itu.
IJU membantah keterlibatannya dalam dugaan pengelolaan dana Pokir 2025. Ia menilai tuduhan terhadapnya sarat muatan politik.
“Tuduhan ke saya ini kental politiknya. Apalagi saya anggota baru. Tidak pernah membahas APBD, dituduh mengelola APBD,” ucapnya.
Ia menjelaskan bahwa belum sempat berkoordinasi dengan Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda karena kesibukan partai. “Dua minggu terakhir ini saya sibuk bolak-balik Jakarta mengurus urusan partai,” ujarnya
IJU juga menegaskan tidak mengetahui persoalan dana Pokir karena baru dilantik pada September 2024, sedangkan pembahasan APBD 2025 berlangsung Agustus 2024.
“Sedangkan APBD 2025 ini bulan Agustus 2024, satu bulan sebelum pelantikan saya,” katanya.
Dalam pemeriksaan oleh jaksa, IJU menerima 18 pertanyaan terkait pengelolaan dana Pokir. “Saya jawab tidak mengetahui mengenai pembahasan dana Pokir. Tentu saya sampaikan apa adanya,” ungkapnya.
Ia juga membantah mengetahui adanya dugaan pembagian uang dalam proses tersebut. ”Itu bukanlah wewenang anggota. Melainkan otoritas pimpinan dewan,” tandasnya.
Dukung Proses Hukum
Berbeda dengan IJU, Abdul Rahim dari Fraksi PDI Perjuangan memilih untuk tidak mengambil langkah hukum. Ia menyerukan agar publik tidak berspekulasi dan mendukung proses hukum agar kebenaran terungkap.
”Saya mendukung proses ini biar terang benderang sehingga lembaga ini kembali bersih namanya,” kata Abdul Rahim.
Ia mengaku telah memberikan klarifikasi kepada penyelidik, namun enggan membuka materi pertanyaan yang diajukan kepadanya. “Tanyakan saja langsung ke penyelidik,” ujarnya.
Tepis Tuduhan Bagi-bagi Uang
Sementara itu, Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda juga angkat suara. Ia menegaskan bahwa proses pembahasan Pokir DPRD NTB berjalan sesuai prosedur.
“Itu on the track pembahasan APBD tahun 2025,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (24/7).
Namun saat ditanya soal dugaan pembagian “dana siluman”, Isvie mengaku tidak tahu-menahu. “Kalau soal-soal apa yang terjadi dan bagaimana, saya tidak tahu selaku Ketua DPR. Apalagi yang dituduhkan, pimpinan membagi uang, saya tidak tahu,” tegasnya.
Ia pun membantah keras keterlibatannya. “Dan saya tidak lakukan itu dalam hidup saya. Fakta lah yang berbicara,” ucapnya.
Minta Cooling Down
Isvie juga mengimbau seluruh pihak untuk tidak membawa persoalan internal lembaga ke media. “Saya harap semua ayo saling hargai, ayo saling hormati,” ujarnya.
“Saya kira dari awal cooling down. Tidak bermedia semua hal, ada yang boleh di media, ada yang tidak, dan selalu kita sampaikan kepada semua anggota,” sambungnya.
Ia menegaskan bahwa proses pembahasan selama ini tetap berjalan sesuai aturan. “Kalau kali ini saya berkomentar membenarkan bahwa on the track pembahasan pokok-pokok pikiran di tahun 2025, itu aja. Lainnya saya tidak tahu. Begitu aja,” tambahnya.
Penyelidikan Jalan Terus
Juru Bicara Kejati NTB, Efrien Saputra membenarkan adanya pemeriksaan terhadap sejumlah anggota dewan. ”Pemeriksaan itu baru klarifikasi,” katanya.
Namun, Efrien enggan membuka detail materi pemeriksaan karena kasus masih dalam tahap penyelidikan. “Kalau lid (penyelidikan) tidak bisa kita beberkan materinya,” tegasnya. (*)