Gabungan Komisi DPRD KLU Sampaikan Laporan Pembahasan LKPJ Bupati Lombok Utara Tahun 2023

0
LAPORAN GABUNGAN KOMISI: Juru Bicara gabungan Komisi DPRD KLU, Narsudin menyampaikan laporan gabungan komisi terhadap laporan LKPJ Bupati Lombok Utara tahun anggaran 2023, di ruang sidang, Senin (29/4).

Lombok Utara, Katada.id- DPRD Kabupaten Lombok Utara (KLU) menggelar paripurna laporan gabungan komisi-komisi terhadap laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Lombok Utara tahun anggaran 2023, Senin (29/4).

Juru bicara gabungan komisi DPRD KLU Narsudin menuturkan, laporan ini disusun sebagai informasi mengenai tahapan, proses dan hasil pembahasan LKPJ Bupati Lombok Utara Tahun 2023. Laporan ini ditujukan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rekomendasi DPRD terhadap LKPJ Bupati Lombok Utara Tahun 2023.

Pembahasan LKPJ Bupati Lombok Utara Tahun 2023 dilaksanakan dalam rapat internal DPRD berbasis komisi pada 20 April 2024, dalam rangka mengidentifikasi temuan, catatan atas capaian kinerja dan upaya tindaklanjut rekomendasi DPRD tahun sebelumnya.

Pada 21 April 2024, gabungan komisi kembali melakukan rapat internal untuk membahas dan menyepakati draft Rekomendasi DPRD atas penyampaian LKPJ Bupati Lombok Utara Tahun 2023. Pada 22 April 2024, rapat internal dilaksanakan dalam rangka klinis laporan hasil pembahasan dan Rekomendasi DPRD terhadap LKPJ Bupati Lombok Utara Tahun 2023.

Narsudin menyampaikan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meningkat dari 67,09 pada tahun 2022 menjadi 68,02 pada tahun 2023. Salah satunya diindikasikan oleh meningkatnya angka harapan hidup dari 70,84 di tahun 2022 menjadi 71,26 di tahun 2023.

Namun pencapaian IPM ini masih perlu ditingkatkan agar mendekati capaian IPM di 9 kabupaten/kota lainnya di Provinsi NTB. Hanya saja, karena data IPM  kurang lengkap disajikan dalam LKPJ, pembahasan tidak dapat mengidentifikasi seluruh capaian IPM.

“Terutama dari dimensi rata-rata lama sekolah, angka partisipasi sekolah, tingkat pendapatan dan indikator capaian IPM lainnya,” tuturnya.

Seluruh sektor (17 Lapangan Usaha, Red) berkontribusi positif pada perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tiga tahun terakhir, perkembangan PDRB juga cukup baik dari Rp 4,706,6 triliun berturut-turut naik menjadi Rp 5,050,98 triliun pada 2022, dan 5,558,79 triliun pada tahun 2023.

Pertumbuhan ekonomi juga nampak membaik dari tahun sebelumnya, dengan pertumbuhan sebesar 5,10 persen. Untuk diketahui pada tahun 2022 pertumbuhan yang bisa digapai hanya 3,49 persen.

Persentase jumlah penduduk miskin menurun dari 25,93 pada tahun 2022 menjadi 25,80 pada tahun 2023. Dengan kata lain, dalam satu tahun terakhir terjadi penurunan jumlah pendudukan miskin sebesar 0,13 persen.

Capaian ini terbilang kurang optimal karena rasionya masih dibawah 1 persen. Jika dibandingkan dengan rasio angka kemiskinan kabupaten/kota lainnya di Provinsi NTB, Kabupaten Lombok Utara masih yang tertinggi.

Tingkat penurunan angka kemiskinan juga masih kalah dibandingkan dengan Kabupaten Lombok Timur yang turun 0,24 persen, dan rata rata penurunan angka kemiskinan Provinsi NTB yang mencapai 0,78 persen.

Tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan. Semula pengangguran terbuka pada tahun 2022 mencapai 0,29 persen. Pada tahun 2023 angka ini justru meningkat menjadi 1,40 persen.

Namun demikian, angka ini masih paling rendah dibandingkan dengan 9 kabupaten/kota se Provinsi NTB. Sementara rata-rata tingkat pengangguran terbuka Provinsi NTB yang mencapai 2,80 persen (BPS NTB, Sukernas 2023).

PAD dari pajak daerah berhasil melampaui target dengan capaian 138,41 persen, sedangkan retribusi daerah gagal mencapai target sebab realisasinya hanya 67,72 persen. Pada bagian ini, terlihat gap yang sangat dalam antara target dengan realisasi yang dicapai masing-masing OPD penghasil.

Dari semua OPD penghasil, terdapat 7 OPD yang tidak mencapai target PAD. Di antaranya, BKAD yang semula menargetkan penerimaan PAD sebesar Rp 26,74 miliar tetapi sampai akhir tahun anggaran 2023 yang terealisasi  hanya Rp 9,81 miliar atau 36,70 persen.

Dinas PUPR-PKP, semula menarget penerimaan PAD sebesar 100 juta namun yang terealisasi 90,6 juta atau 90,60 persen. Dinas Perhubungan, semula menarget penerimaan PAD sebesar Rp 2,1 miliar, namun yang yang terealisasi sebesar, Rp 1,5 miliar atau 75,19 persen,

“Karena rendahnya penerimaan dari retribusi pelayanan parkir ditepi jalan umum (37,94 persen) dan retribusi tempat khusus parkir (63,04 persen).

Kemudian DKP3 semula menetapkan target PAD sebesar Rp 630 juta, namun yang terealisasi hanya Rp 178 juta atau 28,35 persen. DPMPTSP semula menetapkan target PAD sebesar Rp 5,03 miliar namun yang terealisasi Rp 3,12 miliar atau 61, 97 persen.

Antara lain karena nihilnya penerimaan retribusi perpanjangan izin  memperkerjakan tenaga kerja asing (IMTA) yang ditarget Rp 1,3 miliar dan retribusi persetujuan  bangunan gedung dari target Rp 2,1 miliar hanya terealisasi Rp 793 juta (36,87 persen).

Dinas Kominfo semula menetapkan target PAD dari retribusi pengawasan dan pengendalian  menara telekomunikasi  sebesar Rp 415,69 juta namun yang mampu dicapai Rp 273,89 juta atau hanya 65,89 persen.

Dinas Pariwisata semula menetapkan target PAD sebesar Rp 5 miliar namun yang terealisasi baru Rp 3,73 miliar atau 74,69 persen, yang seluruhnya merupakan retribusi tempat rekreasi dan olahraga.

Sementara itu, hanya 3 OPD yang berhasil mencapai pelampauan PAD. Di antaranya, Bapenda yang dari semula menargetkan PAD Rp 108,96 miliar berhasil direalisasikan Rp 139,80 miliar atau 128,31 persen.

Dinas Dikbudpora, dari semula besaran PADnya nihil berhasil direalisasikan sebesar Rp 11,23 juta Dinas Lingkungan Hidup semula PAD nihil  dapat direalisasikan sebesar Rp 942,03 juta.

Terkait realisasi belanja daerah, itu sebesar 96,17 persen. Realisasi belanja terbesar terjadi pada belanja transfer yang terealisasi 100 persen. Diikuti oleh realisasi belanja operasi 96,63 persen, realisasi belanja modal 93,85 persen dan realisasi belanja tidak terduga sebesar 20,49 persen.

“Terhadap hal ini, perlu diperjelas realisasi belanja pada sejumlah OPD yang tidak optimal,” sambung Narsudin.

Di antaranya, BKAD yang dari Rp 20,25 miliar belanja pegawai yang terealisasi hanya Rp 15,78 miliar atau 77,91 persen, dan belanja barang dan jasa  dari anggaran 13,68 miliar terealisasi sebesar Rp 9,97 miliar atau 72,90 persen. Sedangkan belanja tidak terduga dari anggaran sebesar 3,12 miliar realisasinya hanya Rp 640 juta (20,49 persen).

BKPSDM dari belanja jasa yang dianggarkan Rp 1,4 miliar terealisasi Rp 1,1 miliar atau 81,13 persen. Dinas Dikbudpora dari belanja pegawai BOS yang dianggarkan sebesar Rp 16,33 miliar terealisasi Rp 10,51 miliar atau 64,37 persen.

Belanja jasa yang dianggarkan Rp 9,58 miliar terealisasi Rp 3,25 miliar atau 33,95 persen. Belanja modal aset tetap lainnya BOS yang dianggarkan Rp 7,09 miliar terealisasi hanya Rp 580 juta atau 8,18 persen.

Dinas Kesehatan, belanja barang dan jasa yang dianggarkan sebesar Rp 43,50 miliar terealisasi sebesar 32,79 miliar atau 75,38 persen. Dinas Perhubungan, belanja uang dan/atau jasa untuk diberikan kepada pihak ketiga/pihak lain/masyarakat yang dianggarkan Rp 98,16 juta hanya terealisasi sebesar Rp 47,10 juta atau 48,51 persen.

Dinas Pariwisata, belanja modal jalan, jaringan dan irigasi yang dianggarkan sebesar Rp 13,99 miliar hanya terealisasi sebesar Rp 7,53 miliar atau 53,88 persen.

Khusus untuk Dinas Dikbudpora, pihaknya menilai perlu adanya klarifikasi dan disesuaikan terhadap sejumlah item belanja yang melebihi anggaran. Di antaranya, belanja barang dan jasa BOS dari anggaran Rp 10,49 miliar terealisasi sebesar Rp 18,15 miliar atau 172,96 persen.

Belanja hibah dari anggaran Rp 1,97 miliar terealisasi Rp 9,57 miliar atau 483,94 persen. Belanja modal peralatan dan mesin dari anggaran sebesar Rp 1,33 miliar terealisasi Rp 4,58 miliar atau 343,21 persen.

Politisi PPP ini melanjutkan, terdapat 6 urusan wajib pelayanan dasar yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten. Di antaranya, urusan wajib pendidikan, urusan wajib kesehatan, urusan pekerjaan umum, urusan perumahan rakyat, urusan trantibum dan Linmas, dan urusan sosial. Dari 6 urusan tersebut, terdapat sejumlah catatan terkait masih kurang optimalnya capaian indikator SPM.

Di antaranya pada urusan pendidikan pada bidang pendidikan anak usia dini. Capaian indikator SPM-nya kurang optimal pada proporsi PTK penggerak (tercapai 82,33 persen) dan pengalaman pelatihan guru (tercapai 6 persen) dan Pendidikan kesetaraan (tercapai 83,06 persen).

Urusan kesehatan, capaian indikator SPM yang kurang optimal pada pelayanan kesehatan ibu hamil dan bersalin (rata-rata 90 persen). Urusan pekerjaan umum, indikator penyediaan kebutuhan pokok air minum sehari-hari baru tercapai 88,52 persen.

Sementara yang bukan pelayanan dasar, urusan tenaga kerja terdapat sejumlah capaian indikator yang belum optimal pada pengukuran kompetensi dan produktivitas tenaga kerja, pengesahan peraturan perusahaan dan pendaftaran perjanjian kerja bersama untuk perusahaan yang hanya beroperasi di satu daerah kabupaten, pencegahan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial, mogok kerja dan penutupan perusahaan serta pelaksanaan operasional lembaga kerjasama tripartit daerah kabupaten.

Untuk urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, capaian indikator secara umum belum jelas terkait ketersediaan data valid perempuan kelompok rentan, capaian sekolah perempuan, kekerasan terhadap perempuan serta pembentukan forum anak.

Pada urusan pangan, terkait dengan penyediaan infrastruktur dan seluruh pendukung kemandirian pangan dari target 16 unit bangunan lumbung pangan, lantai jemur dan alat operasional seluruhnya tidak dapat dicapai. Masalah lain adalah manajemen cadangan pangan dalam rangka mengatasi inflasi pangan.

Pada urusan lingkungan hidup belum jelas diuraikan berkaitan dengan target dan capaian pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Kemudian penghentian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup  dari target 5 titik tercapai 1 titik.

Pengendalian bahan dan limbah berbahaya dan beracun (B3) juga kurang optimal. Dari target 50 persen baru tercapai 8 persen. Fasilitasi pemenuhan ketentuan kewajiban izin lingkungan dan/atau ijin PPLH dari 100 (dok) baru tercapai 10.

Capaian kinerja pengolahan sampah dari target 28 persen sampah terolah, baru tercapai sebanyak 14,09 persen. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh pihak swasta juga kurang optimal karena baru tercapai 66, 68 persen.

Untuk urusan kependudukan dan pencatatan sipil, hanya perlu dukungan optimal berkaitan dengan fasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan yang kurang optimal, karena kondisi peralatan pelayanan yang kurang memadai.

Urusan pemberdayaan masyarakat dan desa terkait pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan perubahan status desa, fasilitasi penyusunan produk hukum desa,  fasilitasi pengelolaan keuangan desa, dan masih banyak lagi.

Urusan pengendalian penduduk dan keluarga berencana masih belum optimal untuk capaian program pengendalian penduduk. Dari target 100 persen hanya tercapai 77,86 persen.

Urusan perhubungan, dari 100 persen target program pembangunan prasarana dan fasilitas perhubungan terealisasi 90 persen. Demikian juga dengan capaian program rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana dan fasilitas LLAJ tercapai 91 persen.

“Sementara pembangunan sarana dan prasarana perhubungan dari target 100 persen tercapai 84,61 persen. Sedangkan program pengendalian dan pengamanan lalu lintas dari target 100 persen terealisasi 65,01 persen,” tandasnya. (Ham)

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here