Bima, katada.id– Ribuan guru madrasah dan sekolah swasta di Kabupaten dan Kota Bima tumpah ruah di halaman Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Kamis (17/9).
Mereka datang membawa harapan, menuntut kesetaraan, perlindungan hukum dan hak yang sama untuk diangkat menjadi ASN PPPK.
Di balik massa itu, tersimpan kisah yang menyesakkan dada. Seorang guru madrasah di Woha, yang sudah 22 tahun mengabdi, mengaku hanya menerima honor Rp300 ribu per bulan.
“Gaji itu habis hanya untuk ongkos sekolah anak. Tapi saya tetap bertahan karena ingin murid-murid saya pintar. Kami hanya ingin negara melihat kami,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Aksi damai ini berubah haru saat Kepala Kemenag Kabupaten Bima, H. Mujiburrahman, S.Ag, hadir menemui massa. Dengan suara bergetar ia menegaskan dukungannya.
“Aspirasi teman-teman adalah aspirasi kami juga. Saya pun guru. Aspirasi ini akan kami sampaikan ke tingkat lebih tinggi,” katanya.
Pernyataan itu disambut tepuk tangan riuh. Beberapa guru tak kuasa menahan air mata, merasa perjuangan mereka akhirnya didengar.
Mujiburrahman juga mengingatkan empat hal yang harus dipegang teguh dalam perjuangan: doa, usaha, ikhtiar, dan tawakal.
“Apapun hasil akhirnya, kita harus tawakal. Pemerintah tidak pernah berniat menzalimi guru. Meskipun ikhlas beramal, menjadi guru adalah tugas mulia,” tegasnya.
Meski panas terik membakar kulit, semangat guru-guru itu tidak luntur. Aksi ditutup dengan damai, tapi pesan mereka tertinggal kuat perjuangan belum selesai. Mereka kemudian pulang, meneriakan satu kalimat yang menggema hingga ke jalan raya, “Hidup Guru!”. (*)