Bima, katada.id – Kasus dugaan korupsi dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) di BNI KCP Woha memunculkan tersangka baru.
Penyidik Kejari Bima menetapkan Direktur PT Al Isra, Asrarudin sebagai tersangka. Ia menjadi tersangka kedua dalam kasus yang merugikan keuangan negara Rp 450 juta.
Sebelumnya, Kejari Bima lebih dulu menetapkan pejabat BNI KCP Woha Arif Rahman sebagai tersangka.
Penetapan tersangka baru kasus dana KUR BNI KCP Woha dibenarkan Kasi Pidsus Kejari Bima Catur Hidayat. “Iya, ada tersangka baru, inisialnya AS (Asrarudin),” ungkapnya dihubungi via pesan WhatsApp, Jumat (11/4).
Selanjutnya, Kejari Bima mengagendakan untuk memanggil dua tersangka. Keduanya akan diperiksa lagi, namun kali ini dalam kapasitas sebagai tersangka. “Surat panggilan sudah dilayangkan. Keduanya akan diperiksa sebagai tersangka,” terangnya.
Dari hasil penyidikan kejaksaan, terungkap peran tersangka Asrarudin. Ia diduga mengambil semua uang pinjaman dari sembilan nasabah. Dengan rincian, delapan orang nasabah diambil masing-masing Rp 50 juta dan satu nasabah lagi Rp 25 juta.
Kasus ini bermula pada tahun 2021, ketika sembilan nasabah mengajukan kredit KUR untuk program pertanian jagung. Mereka mengajukan bahan pinjaman secara kolektif melalui seorang warga bernama AA, yang berasal dari Kecamatan Bolo, Bima. Bahan pengajuan itu kemudian diserahkan lagi kepada seorang warga Desa Rasabou, inisial Y.
Setelah bahan diserahkan, para nasabah diminta untuk datang ke kantor BNI KCP Woha guna menandatangani akta kredit. Pihak bank kemudian menerbitkan buku rekening dan kartu ATM untuk para nasabah. Namun, buku rekening dan ATM tersebut diminta kembali oleh Y dengan alasan menunggu pencairan dana.
Meski sudah menunggu lama, dana KUR tak kunjung cair. Para nasabah pun baru menyadari adanya masalah ketika mereka mengajukan kredit di bank lain dan diberitahu bahwa mereka tercatat memiliki utang sebesar Rp 50 juta di BNI Woha.
Kasus ini diperkirakan merugikan negara sekitar Rp 450 juta, dengan sembilan nasabah yang menjadi korban kredit fiktif. (red)