Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Daerah

Kekayaan Adat di Lombok Utara: Masyarakat Lenek Gelar Upacara Syukur Atas Panen

×

Kekayaan Adat di Lombok Utara: Masyarakat Lenek Gelar Upacara Syukur Atas Panen

Sebarkan artikel ini
Wakil Bupati Lombok Utara, Kusmalahadi Syamsuri, secara simbolis membuka upacara adat Meayu-Ayu Muja Balit Muleq Kaya Melbao Rahayu sebagai wujud syukur atas hasil panen yang melimpah, Senin (11/8/2025).

Lombok Utara, Katada.id – Warga Dusun Lenek, Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Lombok Utara, kembali menggelar upacara adat Meayu-Ayu Muja Balit Muleq Kaya Melbao Rahayu sebagai wujud syukur atas hasil panen yang melimpah. Acara sakral yang berlangsung meriah ini dihadiri langsung oleh Wakil Bupati Lombok Utara, Kusmalahadi Syamsuri, pada puncak acaranya, Senin (11/8/2025).

 

Example 300x600

Kehadiran Wabup Kus didampingi oleh sejumlah pejabat penting, seperti Anggota DPRD Provinsi Sudirsah Sujanto, serta jajaran kepala dinas di Lombok Utara. Acara ini juga menjadi magnet bagi para Bhikkhu Sangha, tokoh adat, dan tokoh pemuda, yang turut memeriahkan suasana khidmat tersebut.

 

Dalam sambutannya, Wabup Kus menyatakan kebanggaannya terhadap tradisi adat yang masih lestari di tengah masyarakat KLU. Ia berharap, ritual yang rutin diadakan dua kali setahun, pada April dan Agustus agar dapat terus dilestarikan sebagai warisan leluhur.

 

“Kita patut berbangga bahwa banyak sekali tradisi, adat, dan budaya yang ada di tengah masyarakat KLU. Semoga kita bisa melaksanakan acara ini secara rutin setiap tahun untuk menjaga tradisi yang ditinggalkan para leluhur,” ujar Wabup Kus.

 

Sementara itu, Anggota DPRD NTB, Sudirsah Sujanto, turut menegaskan makna upacara ini sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas karunia hasil panen yang diberikan. Ia berharap, niat baik seluruh masyarakat dapat membawa berkah bagi semua.

 

Makna Mendalam di Balik Ritual Adat

Menurut Tokoh Makrama Adat Giri Putra, ritual ini memiliki makna pemujaan terhadap leluhur dan permohonan berkah. Acara yang digelar selama empat hari, mulai dari tanggal 8 hingga 11 Agustus ini, biasanya diadakan saat musim kemarau dan dirangkai dengan syukuran hasil pertanian.

 

Rangkaian upacara diawali dengan membersihkan tempat pemujaan, kemudian dilanjutkan dengan ritual turun gong atau menurunkan gamelan, hingga puncaknya yang meriah dengan perang nasi dan perang topat. Kegiatan ini bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga mempererat tali silaturahmi dan kebersamaan di antara warga.

 

Wabup Kus juga aspirasi masyarakat yang menginginkan lokasi upacara adat ini diperbaiki agar kegiatan di masa mendatang bisa berjalan lebih meriah dan nyaman. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah untuk mendukung pelestarian budaya lokal.

 

“Semoga tradisi seperti ini terus hidup dan menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk senantiasa menghargai dan melestarikan kekayaan budaya Indonesia,

” pungkasnya. (*)

 

Example 300250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *