Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Daerah

Kemendiktisaintek Diminta Tunda Pemilihan Rektor Unram dan Turun Audit Kepatuhan Administrasi 

×

Kemendiktisaintek Diminta Tunda Pemilihan Rektor Unram dan Turun Audit Kepatuhan Administrasi 

Sebarkan artikel ini

Mataram, katada.id – Menjelang pemilihan Rektor Universitas Mataram (Unram), nama Prof. Hamsu Kadriyan mendadak terseret dalam kasus sanksi etik. Padahal, guru besar Fakultas Kedokteran itu mengaku tidak pernah merasa melakukan pelanggaran etik seperti yang dituduhkan.

 

Example 300x600

Kuasa hukumnya, Dr Ainuddin menilai sanksi tersebut merupakan upaya sistematis untuk menjegal langkah Prof. Hamsu yang disebut-sebut sebagai salah satu kandidat terkuat calon rektor Unram.

 

“Kami melihat ada indikasi upaya penjegalan oleh rektor terhadap Prof. Hamsu. Rektor sudah keluar dari koridor hukum administrasi yang seharusnya dijalankan dengan baik dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik,” ujar Ainuddin didampingi Michael Ansori dan Aditiya Saputra, Kamis (16/10).

 

Menurut Ainudin, tindakan rektor bertentangan dengan prinsip akuntabilitas, transparansi, kepastian hukum, dan nondiskriminasi yang seharusnya dijunjung tinggi dalam tata kelola universitas. Ia menyebut ada tekanan langsung yang diterima Prof. Hamsu agar tidak mencalonkan diri.

 

“Rektor beberapa kali menelpon dan memanggil langsung Prof. Hamsu, menyampaikan secara pribadi agar tidak maju dalam pemilihan. Padahal mencalonkan diri adalah hak setiap dosen, hal yang lumrah dalam kompetisi akademik,” katanya.

 

Persoalan mulai mencuat ketika nama Prof. Hamsu tiba-tiba tidak tercantum dalam daftar anggota senat universitas yang dilantik pada 7 Oktober 2025. Padahal, ia merupakan satu-satunya guru besar di Fakultas Kedokteran yang telah resmi diusulkan oleh Dekan menjadi anggota senat.

 

“Tanpa ada berita acara penolakan atau pemberitahuan administratif, tiba-tiba nama klien kami hilang dari daftar senat. Ironisnya, sebelum pelantikan, Prof. Hamsu ditelepon dan diberitahu bahwa ia punya putusan etik. Putusan itu ternyata ditandatangani 3 Oktober 2025 dan baru diberikan lewat satpam pada Rabu (15/10) pagi,” ungkap Ainudin.

 

Tim kuasa hukum menilai langkah itu bagian dari skenario untuk menutup peluang Prof. Hamsu mengikuti proses pencalonan rektor. “Dari informasi yang kami terima, pemilihan rektor direncanakan pada 27 Oktober dan ditutup akhir bulan. Artinya, tenggat keberatan terhadap SK etik ini dibuat sedemikian rupa agar Prof. Hamsu tidak sempat membela diri,” katanya.

 

Ketika pihaknya meminta salinan SK sanksi etik, rektor disebut menjawab singkat, “Hanya saya dan Tuhan yang tahu.” Pernyataan ini, kata Ainudin, semakin memperkuat dugaan bahwa ada proses tidak transparan di balik penerbitan sanksi tersebut.

 

Kuasa hukum juga mempertanyakan dasar hukum SK etik itu. “SK ini kan ditandatangani oleh Prof. Husni (mantan rektor Unram), padahal Prof. Hamsu hanya menandatangani berkas DUPAK (Daftar Usul Penetapan Angka Kredit) untuk keperluan jabatan fungsional. Prof Husni ini tidak pernah diperiksa, tidak ada proses etik yang dijalani. Kami menilai ini diskriminatif,” tegasnya.

 

Selain itu, Satuan Pengawas Internal (SPI) disebut menggunakan pasal pidana 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dalam surat panggilan pemeriksaan. “Ini sangat keliru. Masalah ini murni administratif, bukan pidana. Pendekatan seperti itu tidak semestinya dilakukan di lingkungan akademik,” ujar Ainudin.

 

Menyikapi persoalan ini, pihak Prof. Hamsu telah melayangkan surat keberatan kepada rektorat pada 10 dan 13 Oktober, sekaligus meminta salinan SK sanksi etik dan SK senat yang tidak kunjung diberikan. Mereka juga telah mengadu ke Ombudsman RI untuk meminta klarifikasi serta mendesak Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) melakukan audit kepatuhan administrasi di Unram.

 

“Kami menolak segala bentuk ketidakadilan. Kami menuntut asas keadilan, transparansi, dan kepastian hukum ditegakkan. Jangan sampai hak konstitusional Prof. Hamsu sebagai warga akademik dibungkam hanya karena politik kampus,” kata Ainudin.

Sementara, Rektor Unram Prof Bambang Hari Kusumo sedang dalam upaya konfirmasi mengenai sanksi etik yang dijatuhi kepada Prof. Hamsu.

 

Sementara itu, Rektor Universitas Mataram, prof. Bambang Hari Kusumo tidak membalas pesan konfirmasi wartawan katada.id. (*)

Example 300250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *