Kerusakan Hutan Kian Masif di NTB, ARUKI Susun Draf RUU Perubahan Iklim

0
ARUKI NTB menggelar konsultasi rakyat terdampak iklim untuk mendorong RUU Keadilan Iklim, Rabu (28/8).

Mataram, katada.id – Perubahan iklim menjadi ancaman serius bagi Indonesia, termasuk Nusa Tenggara Barat (NTB). Aliansi Rakyat Untuk RUU Keadilan Iklim (ARUKI) NTB, yang terdiri dari Walhi, PIKUL, dan Solidaritas Perempuan menyoroti masifnya kerusakan hutan di NTB akibat aktivitas perusahaan.

Ketua Walhi NTB Amri Nuryadi mengungkapkan bahwa kerusakan lingkungan di NTB kian parah, utamanya disebabkan operasi pertambangan dan alih fungsi lahan dalam skala besar. Contohnya, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) dengan kawasan hutan seluas 7.000 hektare di Sumbawa Baray, PT Sumbawa Timur Mining (STM) dengan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) seluas 19.260 hektare di Hu’u, Dompu, dan PT Anugerah Mitra Graha (AMG) di pesisir Dedalpak, Lombok Timur dengan luas 1.348 hektare.

“Secara keseluruhan, NTB memiliki 355 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luas 136.642 hektare. Selain itu, maraknya tambang ilegal di Pulau Lombok dan Sumbawa turut memperparah kerusakan lingkungan,” ujar Amri di Hotel Grand Legi Mataram, Rabu (28/8).

Sektor pariwisata juga menjadi perhatian, terutama terkait pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di pesisir Lombok Tengah seluas 1.250 hektare, rencana pembangunan Global Hub Bandar Kayangan di Kabupaten Lombok Utara seluas 7.030 hektare, serta rencana pembangunan kereta gantung di kawasan hutan Rinjani seluas 500 hektare. “Semuanya ini akan mengancam ekologi pesisir dan hutan di NTB,” tegas Amri.

Walhi NTB juga menyoroti penggunaan batu bara sebagai bahan baku utama dalam pasokan listrik di NTB, yang dinilai bertentangan dengan rencana pencapaian net zero emission tahun 2050. NTB saat ini menggunakan tujuh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara. Salah satu PLTU di Desa Taman Ayu, Lombok Barat dengan kapasitas 3×25 MW, mengonsumsi 500 ton batu bara per hari untuk setiap unit pembangkit.

“Dampak kesehatan dan lingkungan akibat penggunaan batu bara sangat serius. Oleh karena itu, WALHI NTB mendesak pemerintah untuk segera mempensiunkan PLTU di NTB dan beralih ke Energi Baru Terbarukan (EBT),” ujar Amri.

Selain itu, Perwakilan Eksekutif Nasional Walhi Satrio berharap ke depannya RUU Keadilan Iklim menjadi prioritas pemerintah. Menurut mereka, perjuangan untuk RUU itu akan disusun drafnya oleh masyarakat sipil.

“Draf RUU ini pernah di susun partai parlemen yang belum disahkan hingga hari ini. Kami akan menyusun draft untuk RUU dari masyarakat sipil,” jelas. (com)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here