Jakarta, katada.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dugaan korupsi sektor pertambangan di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Saya sampaikan bahwa benar sedang menangani perkara dimaksud, tetapi masih dalam proses lidik (penyelidikan),” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (14/8).
Asep menjelaskan, KPK belum bisa membeberkan perkembangan karena kasus tersebut masih di tahap penyelidikan, bukan penyidikan.
Sebelumnya, KPK membuat kajian tata kelola pertambangan sejak 2009 dan menyerahkan hasilnya kepada tujuh kementerian pada 24 Juli 2025.
Ketujuh kementerian itu adalah Kementerian Kehutanan, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM.
KPK juga sempat meminta keterangan mantan Menteri ESDM, Arifin Tasrif, pada 9 Juli 2025 terkait tata kelola pertambangan. Arifin mengatakan saat itu ia ditanya soal pengelolaan tambang di wilayah Indonesia timur.
Pada awal Oktober 2024, KPK membantu Pemprov NTB menertibkan tambang emas ilegal di Dusun Lendek Bare, Sekotong, Lombok Barat. Tambang itu merugikan negara karena tidak membayar royalti. Pemilik tambang diketahui beroperasi di hutan produksi terbatas sejak 2021 dan mendapatkan omzet sekitar Rp90 miliar per bulan.
Dalam setahun, keuntungan tambang ilegal tersebut mencapai lebih dari Rp1 triliun. KPK menyebut masih banyak tambang ilegal yang beroperasi di wilayah lain.
“Belum lagi yang di Lantung, yang di Dompu, yang di Sumbawa Barat, berapa itu per bulannya? Bisa jadi sampai triliunan kerugian untuk negara,” kata Kepala Satgas Korupsi Wilayah V KPK, Dian Patria, melalui keterangan tertulis, Sabtu (5/10/2024).
KPK mengendus adanya praktik korupsi dalam operasional tambang ilegal tersebut, termasuk dugaan permainan izin yang membuat negara merugi.