Jakarta, katada.id- Puluhan mahasiswa dari Koalisi Aksi Mahasiswa Nusantara (KAMNAS) bersama Rukun Aktivis Nusa Tenggara Barat (RUSA NTB menggeruduk Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Kamis (9/10).
Mereka mendesak KPK turun tangan mengusut dugaan tambang ilegal di Sekotong, Lombok Barat, yang diduga melibatkan korporasi besar dan aktor politik.
Dalam aksinya, massa membawa berbagai poster dan spanduk bertuliskan “Tangkap Mafia Tambang Sekotong” hingga “Hentikan Korupsi Ekologis di NTB”. Aksi tersebut dipimpin langsung oleh Fattah dari KAMNAS, bersama M. Afif dan Taufik dari RUSA NTB.
Mahasiswa menyoroti aktivitas tambang emas oleh PT ILBB, anak perusahaan PT AIR. Mereka menuding perusahaan tersebut terlibat dalam perusakan lingkungan secara masif di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat NTB.
“Kami datang ke KPK untuk menuntut keadilan bagi warga Sekotong. Lingkungan mereka rusak parah karena aktivitas tambang ilegal yang diduga dibekingi pejabat dan korporasi,” tegas Fattah melalui keterangan tertulisnya.
Dalam pernyataan sikapnya, mahasiswa mendesak KPK segera menetapkan tersangka, baik itu pelaku tambang ilegal dan aktor politik yang diduga membeking tambang ilegal itu.
Tak hanya itu, massa juga menuntut agar Kementerian ESDM dan Pemprov NTB mencabut izin usaha pertambangan (IUP) PT ILBB. Pasalnya, perusahaan tersebut dianggap telah abai dalam menjalankan kewajiban perlindungan lingkungan sebagaimana diatur dalam UU Minerba dan UU PPLH.
“OJK dan Bursa Efek Indonesia (BEI) harus melakukan audit menyeluruh terhadap PT tersebut, mengingat statusnya sebagai perusahaan publik yang wajib akuntabel terhadap dugaan pencemaran lingkungan dan pelanggaran hukum,” tegasnya.
“Jangan biarkan kejahatan lingkungan diselimuti atas nama investasi. Kami minta audit terbuka, dan penegakan hukum tanpa tebang pilih,” ungkap perwakilan dari RUSA NTB.
Mereka juga menuntut tanggung jawab korporasi untuk melakukan rehabilitasi lingkungan serta kompensasi kesehatan bagi warga terdampak paparan merkuri dan sianida. Hal ini mengacu pada Pasal 53–54 UU PPLH tentang pemulihan lingkungan hidup.
Aksi berjalan damai dan diakhiri dengan penyerahan dokumen laporan kepada perwakilan KPK, Mukti Prayoga.
“Kita akan terus mengawal kasus ini secara tuntas,” pungkasnya. (*)