Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Daerah

Membaca Proyeksi Untung-Buntung Pertambangan Rakyat NTB: Antara Harapan Kesejahteraan dan Kritik Akademisi

×

Membaca Proyeksi Untung-Buntung Pertambangan Rakyat NTB: Antara Harapan Kesejahteraan dan Kritik Akademisi

Sebarkan artikel ini
Kegiatan dialog publik tim DetikNTB.com di Bento Coffee.

Mataram, katada.id – Wacana pembentukan Koperasi Tambang Rakyat yang diinisiasi oleh Kapolda NTB Irjen Pol Hadi Gunawan menjadi isu yang terus menuai pro dan kontra di kalangan publik.

Proyeksi untung-rugi dari inisiatif ini dibedah dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh DetikNTB.com, Jumat (5/9).

Example 300x600

Acara ini hadir tiga narasumber dengan pandangan berbeda: Anggota Komisi IV DPRD NTB Syamsul Fikri, Kepala Bidang Hukum Polda NTB Kombes Pol Azas Siagian, dan akademisi Universitas Mataram Taufan Abadi.

Harapan Kesejahteraan: Koperasi sebagai Solusi Ekonomi dan Sosial

Pihak pendukung, termasuk legislator dan kepolisian, optimistis  koperasi tambang rakyat bisa menjadi solusi nyata untuk mengatasi masalah ekonomi dan kriminalitas.

Syamsul Fikri mengatakan  inovasi ini layak menjadi perhatian serius karena berpotensi menciptakan lapangan kerja dan memberdayakan masyarakat. Namun, ia menekankan bahwa keberhasilan koperasi ini tidak bisa dilepaskan dari peran “bapak angkat”, atau mitra bisnis profesional, serta perubahan regulasi dari pemerintah.

“Negara ini juga harus hadir. Harus ada perubahan regulasi, terutama terkait kerja sama dan retribusi. Tanpa itu, koperasi tidak bisa dilaksanakan dengan baik,” tegas Fikri.

Senada dengan itu, Kombes Pol Azas Siagian mengungkapkan bahwa inisiatif ini lahir dari keprihatinan Kapolda sebagai putra daerah terhadap minimnya lapangan kerja di NTB.

Menurutnya, koperasi tambang menjadi peluang legal yang bisa dimanfaatkan. Azas juga menjelaskan bahwa koperasi ini akan melibatkan berbagai pihak, mulai dari penambang ilegal hingga kelompok rentan, untuk memastikan manfaatnya dirasakan secara luas.

Kritik Akademisi: Keuntungan Belum Nyata, Kerusakan Dihantui

Di sisi lain, akademisi Taufan Abadi menyuarakan keraguan besar. Ia mempertanyakan logika pemberian izin pada sektor yang pada dasarnya berpotensi menimbulkan dampak buruk.

“Kalau dia sehat, baik-baik saja, kenapa harus pakai izin? Seperti minuman keras, dia berbahaya makanya harus diatur. Pertambangan juga begitu,” sindirnya.

Taufan juga menyoroti bahwa meskipun pertambangan menjadi sektor kunci pendapatan daerah, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat, terutama dalam bentuk pengurangan kemiskinan ekstrem, belum terwujud. Ia khawatir, pendekatan pembangunan lingkungan yang saat ini dianut justru lebih menguntungkan pihak kapitalis daripada rakyat kecil.

“Kesejahteraan belum hadir di depan mata kita. Kalau pertambangan dianggap vektor ekonomi, faktanya hari ini belum terbukti,” pungkas Taufan. (*)

Example 300250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *