Mataram, katada.id – Polemik pengangkatan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB terus menuai sorotan.
Sejumlah pihak menyampaikan kritik keras terhadap keputusan Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, yang melantik Irnadi Kusuma sebagai Kepala DPMPTSP.
Sorotan itu muncul karena Irnadi Kusuma diketahui pernah terbukti bersalah dalam kasus pidana dan dijatuhi hukuman penjara enam bulan.
Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Mataram pada 7 Desember 2020, Irnadi terbukti secara sah melakukan tindak pidana karena mengadakan perkawinan padahal mengetahui perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah.
Akibatnya, Irnadi terjerat Pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, jo UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 279 ayat (1) KUHP.
Meskipun sempat mengajukan kasasi, permohonan tersebut ditolak pada 23 Maret 2021, sehingga ia harus menjalani pidana selama enam bulan.
Eks Ketua Tim Hukum Iqbal-Dinda dan Pengacara Senior, Iwan Slenk, menyampaikan kritik dan saran terkait polemik ini dalam konferensi pers bersama Lombok Global Institute (Logis) NTB pada Selasa, 23 September 2025.
Iwan Slenk mengkritik keras Panitia Seleksi (Pansel) kepala OPD yang diketuai oleh Pj Sekda NTB, Lalu Moh Faozal, bersama Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Tribudi Prayitno.
Menurut Iwan Slenk, Pansel yang bertugas melakukan penjaringan dan penelitian syarat administrasi sebelum menyerahkan tiga nama ke gubernur, seharusnya lebih teliti.
“Dalam kasus ini, ternyata di kemudian hari ditemukan ada perbuatan pidana yang pernah dilakukan oleh yang bersangkutan dalam bentuk tindak kejahatan perkawinan,” jelasnya.
Ia menegaskan, temuan ini sangat bermasalah karena putusan tersebut secara inheren mengandung cacat. Penunjukan Irnadi, kata Iwan Slenk, bertentangan dengan nilai-nilai kepatutan dan kepantasan.
“Ini bermasalah. Karena apa? Ada cacat di sana. Kalau orang yang sudah dipidana putusan inkracht, apapun jenis kejahatannya maka dia secara nilai kepatutan dan nilai kepantasan, dia tidak patut dan tidak pantas,” tegasnya.
Iwan Slenk mengingatkan bahwa di atas hukum terdapat etika dan moralitas yang harus dipertimbangkan.
Karena surat keputusan (SK) penunjukan tersebut mengandung cacat subjek, Iwan Slenk menyarankan agar gubernur membatalkannya.
“Jadi dibatalkan saja oleh gubernur. Kemudian Gubernur memilih salah satu calon dari 3 yang di loloskan selain Irnandi, tanpa melalui pansel ulang,” ujarnya.
Ia percaya pasti ada klausula dalam SK yang menyatakan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan, maka SK dapat diperbaiki.
“Sebenarnya ini masalahnya simpel. Tidak perlu mencari siapa yang salah. Cukup diakui saja bahwa ini out of the track kemudian batalkan SK-nya,” sambungnya.
Tindakan ini, menurutnya, penting untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik. Logis Bakal Adukan ke Pihak Terkait
Senada dengan Iwan Slenk, Direktur Lombok Global Institute (Logis), M. Fihiruddin, menyayangkan penerbitan SK penunjukan Irnadi sebagai Kepala DPMPTSP NTB.
Ia mengaku heran mengapa pejabat dengan rekam jejak pidana bisa lolos dan dilantik menjadi kepala OPD. “Ini kan ada yang keliru, ada yang tidak benar. Terus terang kami heran bagaimana prosesnya. Kami minta semua bertanggungjawab,” jelasnya.
Fihiruddin memberikan tenggat waktu kepada Gubernur NTB, Lalu Iqbal, untuk mencabut SK tersebut. Jika tidak, pihaknya akan melaporkan SK tersebut kepada pihak-pihak terkait.
“Jika perlu, kami akan uji SK tersebut di PTUN,” ancamnya. Fihiruddin juga mengingatkan Gubernur NTB untuk lebih cermat dalam membuat keputusan. “Jangan menganggap masyarakat itu bodoh,” pungkasnya.













