Mataram, Katada.id – Dosen Hukum Lingkungan Universitas Mataram, Taufan, SH., MH, menyoroti serius problem sektor pertambangan di NTB. Menurutnya, meski sektor tambang berkontribusi besar terhadap ekonomi daerah, dampak sosial dan ekologisnya tak bisa diabaikan.
“Pada 2020, sektor pertambangan dan penggalian menyumbang 17,37 persen terhadap PDRB NTB. Angka itu naik menjadi 22 persen pada 2022,” ungkap Direktur Lembaga Pengembangan Wilayah (LPW) NTB itu, mengutip data BPS, Selasa (22/10).
Ia menyebut, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi NTB. “Dari total pertumbuhan 6,8 persen pada 2022, sebanyak 4,1 persen berasal dari aktivitas tambang di KSB. Fakta ini menunjukkan tingginya ketergantungan NTB pada tambang,” jelasnya.
Antara Harapan dan Ancaman
Taufan menilai, sektor pertambangan menyimpan dua sisi yang kontras. Di satu sisi, tambang diharapkan mampu mendorong pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta membuka lapangan kerja.
Namun di sisi lain, aktivitas tambang berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. “Sektor ini perlu diselaraskan dengan RPJMN, RPJMD, dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) sebagaimana amanat Perpres 59/2017,” tegasnya.
Kemiskinan Justru Meningkat
Meski ekonomi tumbuh, Taufan menilai manfaat tambang belum dirasakan masyarakat secara luas. “Menurut BPS, jumlah penduduk miskin NTB per Maret 2023 naik 19.290 orang dibanding Maret 2022. Persentase kemiskinan mencapai 13,85 persen,” ujarnya.
Ia menegaskan kenaikan sektor unggulan pertambangan, khususnya di KSB, belum berbanding lurus dengan kesejahteraan warga. “Pemerintah daerah gagal menjadikan tambang sebagai instrumen pemerataan ekonomi,” kritiknya.
Beban Lingkungan dan Sosial
Taufan menegaskan, pertambangan memang menjadi motor ekonomi, tetapi juga menimbulkan beban lingkungan hidup yang semakin berat. “Kerusakan ekologis sering tidak tampak langsung, tapi akumulasinya mengancam tanah, air, udara, dan kehidupan sosial masyarakat,” paparnya.
LPW NTB, kata dia, menerima laporan dari tiga kelompok masyarakat di Pulau Sumbawa terkait menurunnya hasil tangkapan ikan di sekitar lingkar tambang PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT).
“Meskipun faktor alam juga berperan, aktivitas tambang seperti penggalian, pembuangan limbah, dan eksploitasi tenaga kerja jelas berdampak langsung pada lingkungan dan sosial,” tambahnya.
Desak Penegakan Hukum Lingkungan
Akademisi Unram itu menekankan pentingnya penegakan hukum lingkungan yang ketat. “Negara wajib menjamin hak warga untuk hidup di lingkungan yang sehat,” ujarnya.
Ia mendorong audit lingkungan hidup terhadap aktivitas PT AMNT, evaluasi pengelolaan limbah B3, serta pengawasan terhadap tenaga kerja lokal dan asing.
“Tambang seharusnya menjadi berkah, bukan jerat,” pungkasnya. (*)