Lombok Tengah, katada.id – Polisi tengah melakukan penyelidikan terkait kematian seorang santri berusia 13 tahun yang diduga menjadi korban perundungan di sebuah pondok pesantren di Kecamatan Janapria, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Peristiwa memilukan ini terjadi setelah korban terlibat cekcok dengan seorang teman sebayanya di asrama pesantren, yang berujung pada kekerasan fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia.
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Polres Lombok Tengah, Aiptu Pipin Setyaningrum, menyampaikan bahwa peristiwa tersebut berawal dari saling ejek antara korban dan pelaku. Ketegangan yang semula hanya sebatas kata-kata itu kemudian memuncak, dengan terduga pelaku menendang korban hingga kepalanya terbentur tembok.
Kepala Unit PPA Polres Lombok Tengah, Aiptu Pipin Setyaningrum, menjelaskan, “Korban ditendang oleh pelaku hingga kepalanya terbentur tembok. Akibat luka yang cukup parah di bagian kepala, korban kemudian menghembuskan nafas terakhirnya.”
Pihak pesantren, yang segera mengetahui kejadian tersebut, langsung membawa korban ke puskesmas setempat untuk mendapatkan pertolongan medis. Namun, upaya tersebut tidak berhasil menyelamatkan nyawa korban.
Meskipun keluarga korban belum melapor secara resmi, pihak kepolisian tetap melanjutkan proses penyelidikan karena peristiwa ini merupakan delik murni, bukan delik aduan.
Terduga Pelaku Masih Anak di Bawah Umur
Polisi sudah memanggil terduga pelaku, yang juga masih berusia di bawah umur, untuk dimintai keterangan. Namun, hingga saat ini pelaku belum diamankan, mengingat statusnya sebagai anak-anak. Meski demikian, aparat kepolisian tetap melanjutkan proses hukum yang berlaku.
Terduga pelaku bisa dijerat dengan Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur tentang kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan kematian, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.
Aiptu Pipin Setyaningrum menegaskan bahwa pihak kepolisian akan terus mengusut kasus ini secara transparan dan profesional.
Ia juga mengimbau kepada orang tua, pihak pesantren, serta masyarakat untuk lebih waspada terhadap perilaku anak-anak, baik di rumah maupun di sekolah.
“Penting bagi semua pihak untuk meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap anak-anak di lingkungan pendidikan. Kami harap kejadian serupa tidak terulang di masa depan,” ujar Pipin. (*)