Mataram, katada.id – Bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri disebut menerima dana proyek Sarana Produksi (Saprodi) Cetak Sawah Baru Rp250 juta.
Terungkapnya adanya dugaan aliran dana ini dituangkan terdakwa Muhamad Tayeb dalam eksepsinya. Tayeb menyebutkan bahwa Bupati Bima menerima uang dari Muhammad, yang juga terdakwa kasus Saprodi.
Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPD GMNI) NTB, Al Mukmin meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Mataram dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menghadirkan Bupati Bima.
“Kesiapan terdakwa Muhammad Tayeb membuktikan di persidangan soal aliran dana Rp250 juta ke Bupati Bima, mestinya menjadi dasar Majelis Hakim dan JPU memanggil Bupati Bima. Keterangannya penting didengar di persidangan,” ungkapnya, Minggu (19/2/2023).
Baca Juga: Terdakwa Sebut Bupati Bima Terima Uang Rp250 Juta di Proyek Saprodi Cetak Sawah Baru
Menurut dia, keterangan bupati di persidangan sangat diperlukan agar terungkap semua perihal aliran dana tersebut. Ini sekaligus mengkonfirmasi pengakuan terdakwa Tayeb. Apalagi, terdakwa Tayeb secara terang-terangan akan membuktikan di persidangan mengenai uang Rp250 juta tersebut.
“Saya menduga aliran dana korupsi tersebut tidak saja dinikmati tiga terdakwa, melainkan mengalir pada sejumlah orang. Diduga juga Bupati Bima, sebagaimana pengakuan Tayeb,” tegas pemuda kelahiran Bima ini.
Dalam waktu dekat, Mukmin menegaskan, akan bersurat secara resmi kepada Pengadilan Tipikor Mataram agar menghadirkan bupati. ”Kami juga akan bersurat secara kelembagaan pada Komisi Yudisial agar mengawasi peradilan kasus korupsi Saprodi ini,” tegasnya.
Baca Juga: Disebut Terima Uang Proyek Saprodi Rp250 Juta, Bupati Bima: Silakan Buktikan
Sebagai informasi, terdakwa Tayeb secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan dua orang lainnya, yakni Muhammad, mantan Kepala Bidang Rehabilitasi Pengembangan Lahan dan Perlindungan Tanaman Dinas PTPH Kabupaten Bima, dan Nur Mayangsari, Kepala Seksi (Kasi) Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan (RPL) Dinas PTPH Kabupaten Bima nonaktif. Dalam perkara ini, Muhammad dan Nur Mayangsari turut berstatus terdakwa.
Saat itu, Dinas PTPH mendapat alokasi anggaran Rp14,4 miliar dari Kementerian Pertanian RI untuk membantu meningkatkan produksi pangan di Kabupaten Bima. Ada 241 kelompok tani (poktan) di Kabupaten Bima masuk dalam daftar penerima bantuan dengan rincian Rp8,9 miliar untuk 158 poktan yang mengelola sawah seluas 4.447 hektare dan Rp5,5 miliar untuk 83 poktan dengan luas sawah 2.780 hektare. Penyaluran anggaran dikirim secara langsung ke rekening perbankan masing-masing poktan.
Pencairan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar, 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.
Baca Juga: Terdakwa Tayeb Siap Buktikan Aliran Uang Rp250 Juta ke Bupati Bima di Persidangan
Ketika anggaran tersebut telah masuk ke rekening pribadi poktan, Tayeb sebagai PPK mengeluarkan perintah untuk melakukan penarikan tunai kepada poktan. Uang tersebut diminta untuk dikumpulkan kembali di Dinas PTPH Kabupaten Bima.
Pengumpulan anggaran yang seharusnya dikelola mandiri oleh masing-masing poktan itu ditarik kembali atas perintah terdakwa Tayeb. Penarikan tidak dibuktikan dengan adanya nota penyerahan.
Setelah uang terkumpul dari poktan, atas perintah M. Tayeb, Muhammad bersama Nur Mayangsari melakukan pembayaran ke CV Mitra Agro Santosa yang beralamat di Jombang, Jawa Timur. Penunjukan CV Mitra Agro Santosa sebagai penyedia saprodi berada di bawah perintah Tayeb.
Barang-barang yang dibeli dari perusahaan tersebut antara lain, benih padi, pupuk, dan pestisida. Namun, ada beberapa item barang yang tidak bisa disediakan CV Mitra Agro Santosa sehingga ada yang dibeli dari perusahaan penyedia lokal.
Baca Juga: Bupati Bima Diterpa Dua Isu Terima Fee Proyek: Pengadaan Kapal Rp275 Juta dan Saprodi Rp250 Juta
Nur Mayangsari sebagai bawahan Muhammad juga mendapatkan perintah membuat dua nota pesanan saprodi untuk CV Mitra Agro Santosa dengan rincian nota pertama sejumlah Rp8,9 miliar dan untuk pesanan kedua Rp1,7 miliar.
Pemesanan saprodi tersebut tidak sesuai dengan luas sawah kelompok tani yang terdaftar dalam petunjuk pelaksanaan. Sehingga terdapat kekurangan yang kini muncul sebagai nilai kerugian negara sebesar Rp5,1 miliar. (ain)