Terbongkar! Ada Dugaan Pekerjaan Fiktif Rp1,24 Miliar di Balik Proyek Jalan Pemprov NTB

0
Proses pengerjaan aspal jalan lintas Sampungu-Kiwu Oktober 2021 lalu. (Facebook Ridwan Syah)

Mataram, katada.id – Proyek pembangunan dan percepatan jalan di Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak hanya menyisakan masalah kekurangan volume serta kelebihan pembayaran. Namun ada dugaan kegiatan fiktif di balik proyek percepatan jalan yang menelan anggaran ratusan miliar tersebut.

Dugaan kegiatan fiktif itu ditemukan pada pengadaan kendaraan bermotor untuk konsultan pengawas, pengadaan rambu jalan dan penanaman pohon. Dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB Nomor: 176/LHP-DTT/XIX.MTR/12/2022 tertanggal 22 Desember 2022, tiga item pengadaan tersebut tidak ditemukan fisiknya di lapangan.

Proyek pembangunan dan percepatan jalan tahun jamak 2020-2022 ini ditunjang dengan kegiatan pengawasan dengan total anggaran sekitar Rp21.292.447.000. Dana tersebut dialokasikan untuk sepuluh kegiatan konsultan pengawasan.

Kegiatan pengawasan ini telah dibayarkan 100 persen oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Hal ini berdasarkan invoice dalam laporan pertanggungjawaban (LPJ) yang diserahkan konsultan pengawas ke masing-masing PPK.

Baca Juga: 15 Paket Proyek Jalan Dinas PUPR NTB Diduga Bermasalah, Kekurangan Volume Pekerjaan Rp14,49 Miliar 

BPK NTB melakukan analisis terhadap 10 dokumen kontrak konsultan pengawasan serta dokumen pertanggungjawaban biaya langsung non personel yang disusun konsultan. Dokumen itu seluruhnya telah diserahkan kepada PPK.

Dari hasil pemeriksaan BPK, ditemukan surat pertanggungjawaban (SPJ) pembayaran untuk pengadaan kendaraan roda dua. Pengadaan ini menjadi salah satu bentuk pertanggungjawaban at cost atau biaya yang dikeluarkan sesuai dengan bukti pengeluaran yang sah. Seperti kuitansi maupun invoice.

Auditor melanjutkan pemeriksaan dengan mengecek fisik kendaraan yang dibeli. Namun konsultan pengawas maupun PPK masing-masing kontrak tidak bisa menunjukkan keberadaan kendaraan.

Baca Juga: Bupati Lombok Timur Diperiksa terkait Kasus Korupsi Tambang Pasir Besi

Dari keterangan seluruh PPK, pengadaan kendaraan roda dua tidak dilaksanakan sesuai dengan SPJ. Awalnya, motor direncanakan dibeli secara indent masing-masing konsultan pengawasan. Namun gagal terealisasi karena kendaraan tak tersedia di dealer hingga masa berakhir kontrak.

Menurut BPK, pembelian kendaraan masuk ke dalam kategori biaya non personel bersifat at cost bisa dibayarkan jika didukung dengan SPJ yang sesungguhnya. Namun yang terjadi justru sebaliknya.

Dalam laporan BPK, total kendaraan roda dua yang tidak ditemukan fisiknya sebanyak 30 unit. Masing-masing tiga unit kendaraan untuk 10 kegiatan pengawasan. Adapun untuk nilai totalnya mencapai Rp639.750.000. BPK menyebut temuan ini sebagai kelebihan pembayaran.

Baca Juga: Terdakwa Sebut Bupati Bima Terima Uang Rp250 Juta di Proyek Saprodi Cetak Sawah Baru

Adanya kelebihan pembayaran ini, menurut BPK, akibat konsultan pengawas tidak cermat mengajukan LPJ. Konsultan pengawas tetap memasukkan penagihan pembayaran atas kendaraan roda dua yang tidak dilaksanakan.

Selain soal dugaan fiktif dari pengadaan kendaraan roda dua, pemeriksaan dilakukan terhadap 15 paket pekerjaan. Tetapi BPK tidak menemukan fisiknya kegiatan pada 11 paket pekerjaan.

Pekerjaan yang tidak ditemukan tersebut adalah rambu jalan tunggal dengan permukaan pemantul engineer grade, rambu jalan tunggal dengan pemantul high intensity grade, rambu jalan ganda dengan permukaan pemantul engineer grade, patok pengarah, dan penanaman pohon kembali.

Nilai temuan untuk 11 paket pekerjaan tersebut mencapai Rp607.861.904. Dengan rincian, paket 2 dan paket 3 masing-masing tidak terdapat 12 rambu tunggal engineer grade senilai Rp8.029.016 dan Rp8.403.867. Paket 4 tidak ada rambu ganda engineer grade sebanyak 4 unit senilai Rp4.269.422.

Baca Juga: Polda NTB Panggil Pejabat Dishub Bima di Kasus Korupsi Proyek Kapal Kayu Rp3,9 MIliar

Selanjutnya, paket 6 tidak ditemukan fisik pada 1 unit rambu tunggal engineer grade, 2 unit patok pengarah, dan 1 pohon penanaman kembali senilai Rp1.712.722. Paket 8 tidak ada tiga unit patok pengarah senilai Rp411.944.

Kemudian, paket 9 tidak ditemukan 150 unit rambu tunggal engineer grade dan 30 patok pengarah senilai Rp83.720.041. Paket 10, fisik 287 unit rambu tunggal engineer grade dan 307 patok pengarah tidak ditemukan senilai Rp449.934.602.

Paket 10 tidak ada 10 unit rambu tunggal engineer grade dan 56 pohon jenis ketapang senilai Rp33.215.532. Paket 14 tidak ada 11 unit rambu tunggal high intensity grade dan 19 patok pengarah senilai Rp7.457.770.

Paket 14 tidak ditemukan 2 unit rambu tunggal high intensity grade senilai Rp851.585. Paket 16 tidak ada 11 unit rambu tunggal engineer grade dan 16 unit patok pengarah senilai Rp9.855.000.

Baca Juga: Polda NTB Tetapkan Dua Tersangka Kasus Korupsi Poltekkes Mataram

Ketika diperiksa BPK, rekanan beralasan item-item pekerjaan tersebut sebenarnya telah diadakan dan dipasang. Namun saat dilakukan pemeriksaan item pekerjaan tersebut hilang.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) NTB, Ridwan Syah yang dikonfirmasi belum menjawabnya. Pesan singkat WhatsApp yang dikirim katada.id hingga berita ini diturunkan belum dibalas.

Baca Juga: Diperiksa Jaksa, Bupati Lotim dan Sekda NTB Irit Bicara, Ali BD Blak-Blakan terkait Kasus Tambang Pasir Besi

Sementara itu, Inspektur Inspektorat NTB, Ibu Salim menegaskan, semua rekomendasi atas temuan BPK NTB akan ditindaklanjuti. Saat ini, pihaknya masih melakukan penagihan pengembalian potensi kerugian keuangan daerah tersebut. ”Proses pengembalian sedang berjalan,” tandasnya singkat. (ain)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here