Lombok Utara, Katada.id – Insiden viral gagalnya penampilan anak-anak binaan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Organisasi Non-Pemerintah (NGO) di panggung Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Lombok Utara (KLU) Ke -17 akhirnya menemukan titik terang. Polemik yang sempat mencuat di media sosial ini, rupanya berakar dari miskomunikasi internal antara Event Organizer (EO) dan penyedia jasa sound system.
Rapat terbatas digelar di ruang video conference Bupati KLU, melibatkan Panitia HUT KLU, Dinas Pariwisata (Dispar) KLU, Vendor, LPA KLU, dan NGO. Dari pertemuan ini, terungkap bahwa kesalahpahaman antara EO dan pihak penyedia sound system menjadi pemicu utama insiden yang mengecewakan banyak pihak tersebut.
Panitia HUT KLU, Dispar KLU, dan vendor secara terbuka menyampaikan klarifikasi sekaligus permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Lombok Utara atas insiden tersebut.
“Kami sudah bertemu semua dengan pihak LPA KLU dan NGO, kita sudah berbicara dari hati ke hati, dan kami sudah meminta maaf atas kejadian ini,” ungkap Ketua Panitia HUT KLU, Tresnahadi, Kamis (24/7).
Tresnahadi menjelaskan, anggaran kegiatan pameran ini berasal dari Dispar KLU dengan rundown kegiatan yang sudah jelas. Bahkan, ruang bagi LPA untuk mengisi acara pada Rabu (23/7) juga sudah kominkasikan. “Hanya saja dalam prosesnya ternyata ada miskomunikasi di lapangan,” sambungnya.
Dia juga menegaskan, bahwa vendor yang digunakan dalam kegiatan ini berasal dari KLU, mulai dari terop hingga perlengkapan lainnya. Insiden ini, menurutnya, menjadi pelajaran berharga untuk kegiatan HUT KLU di masa mendatang, agar hal serupa tidak terulang.
“Saya ketua panitia memohon maaf ke seluruh masyarakat KLU, kita sudahi polemik ini dan jangan saling menyalahkan lagi,” harapnya.
Senada, Kepala Dispar KLU, Denda Dewi Tresni Budi Astuti, turut menyayangkan insiden tersebut. Menurutnya, tujuan utama kegiatan ini adalah menghibur seluruh masyarakat Lombok Utara agar dapat merasakan kemeriahan perayaan HUT KLU.
“Makanya kita mengkoordinir kegiatan ini, baik pameran pembangunan, pariwisata, ekonomi kreatif dan potensi daerah lainnya ini,” ujarnya.
Denda mengakui bahwa kejadian yang terjadi pada Rabu (23/7) itu memang tidak terduga, bahkan itu berada di luar kendalinya. Sebab sebelum kejadian, pihaknya sudah mengingatkan pihak Event Organizer (EO) agar menjaga kondusifitas agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. “Saya sudah bilang dari awal jangan sampai terjadi apa-apa di kegiatan HUT KLU ini, dan dari luar kendali kami ternyata ada hal seperti ini,” sambungnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa saat kejadian, dirinya sedang berada di luar Lombok Utara. Ia pun menerima informasi ini melalui telepon. “Saya menerima telepon soal sound yang tidak hidup, kemudian saya komunikasi ke teman-teman EO dan bilangnya sudah aman, ternyata di lapangan muncullah video viral itu,” terangnya.
Mengenai isu permintaan uang Rp 1 juta itu, Denda menegaskan bahwa pihaknya tidak mengetahui perihal tersebut dan tidak ada kaitan dengan LPA. Berdasarkan kesepakatan, tanggung jawab terkait masalah ini sepenuhnya berada pada EO. “Jadi soal uang satu juta itu kami tidak tahu apa-apa, kami menyayangkan itu, persoalan uang ini sebenarnya bisa nanti dibelakang, yang penting ini kegiatan bisa jalan terus,” cetusnya.
Denda berjanji insiden serupa tidak terulang lagi, dan memohon maaf kepada semua pihak. Ia juga menegaskan bahwa semua pihak telah sepakat menyudahi persoalan ini, karena ini murni miskomunikasi antara EO dan penyedia jasa sound system.
Denda juga menegaskan, bahwa sebelum penunjukan EO, pihaknya lebih dulu melakukan koordinasi dengan Seksi Hiburan dan Kesenian Panitia HUT KLU. Setelah itu barulah ada keputusan penujukan EO.
“Bahwa penunjukan EO milenial ini, merupakan hasil kesepakatan bersama Kadispar, seksi hiburan dan pesta rakyat panitia HUT KLU, dan itu disetujui oleh panitia Panitia HUT,” tegasnya.
Koordinator lapangan kegiatan HUT KLU mewakili EO, Raden Prawangsa Jaya Ningrat menyampaikan permintaan maaf sebesar-besarnya. Ia menjelaskan bahwa insiden di lapangan murni disebabkan oleh miskomunikasi antara pihak EO dan penyedia jasa sound system. “Jadi ada salah paham, memang pada Rabu (23/7) itu kami dari pagi sampai sore tidak ada di lapangan, karena kita mau fokus pada kegiatan malamnya,” jelasnya.
Raden menambahkan, sebelum kejadian, pihaknya sudah berkomunikasi dengan penyedia sound system, bahkan sudah mengingatkan sound system akan digunakan dari pagi hingga sore. “Bahkan sore juga sudah kita sampaikan lagi, karena merasa sudah kelar, akhirnya saya matikan hp dan tidur, pas saya bangun sorenya itu, tiba-tiba heboh masalahnya,” akunya.
Terkait uang Rp 1 juta itu, Raden Prawangsa mengakui bahwa hal itu adalah masalah antara EO dengan penyedia sound system, bukan dengan LPA. Biaya tambahan itu muncul karena penggunaan sound system yang penuh dari pagi hingga sore dan itu sudah dikomunikasikan.
“Namun karena masalah kemarin, akhirnya kami EO kecewa dan langsung sepakati putus kontrak dengan penyedia jasa sound system itu, dan kami ganti dengan yang lain sekarang,” pungkasnya. (*)