UPT Pertanian Soromandi Kebagian Rp101 Juta dari Fee Proyek Saprodi Cetak Sawah Baru

0
Terdakwa M. Tayeb saat mendengarkan pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (30/1/2023).

Bima, katada.id – Unit pelaksana teknis (UPT) Pertanian Soromandi kebagian jatah proyek pengadaan barang sarana produksi (Saprodi) cetak sawah baru tahun 2016 di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Fee proyek ini terungkap dari uraian dakwaan terdakwa Muhamad Tayeb. Dalam dakwaan disebutkan pihak UPT Soromandi menerima aliran dana Rp 101.109.000. Uang tersebut diserahkan pegawai Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (PTPH) Kabupaten Bima, Yani Yulianda.

Yani menyerahkan uang tersebut secara bertahap kepada kepala UPT Pertanian Soromandi saat itu. Dengan rincian, tahap pertama ia memberikan kepada KUPT Soromandi Rp50,087 juta dan tahap kedua sebesar Rp51,022 juta.

Sebanyak 29 kelompok tani (Poktan) di Soromandi juga menerima fee dari proyek Saprodi. Untuk 12 Poktan sebesar Rp38,576 juta dan 17 Poktan sebesar Rp50,765 juta.

Baca juga: Terdakwa Muhammad Bongkar Upaya Suap Rp1,5 Miliar dan Cerita Lain soal Uang Rp250 Juta ke Bupati Bima

Khusus di Soromandi, ada 33 Poktan penerima bantuan barang saprodi. Terdiri dari Desa Sai 3 Poktan, Kananta 2 Poktan, Lewintana 5 Poktan dan Sampungu 23 Poktan.

’’Menurut saksi Yani Yulianda pemberian uang kepada kelompok tani atau kepala UPT merupakan petunjuk dari terdakwa Muhammad dan Nur Mayangsari, yang meminta untuk melakukan pemotongan terhadap uang yang diterima baik dari kelompok tani maupun kepala UPT,’’ ungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sigit.

Fee atau pemotongan bantuan ini hasil kesepakatan yang dibuat para terdakwa, kepala UPT dan ketua Poktan. Dengan perhitungan pemotongan Rp245 ribu per hektare. ’’Denga rincian, kelompok tani mendapat fee Rp112 ribu per hektar, kepala UPT Rp97 per hektare dan Dinas PTPH Bima Rp36 ribu per hektare,’’ beber Sigit dalam dakwaan.

Baca juga: Terdakwa Tayeb Siap Buktikan Aliran Uang Rp250 Juta ke Bupati Bima di Persidangan

Sebagai informasi, Dinas PTPH mendapat alokasi anggaran Rp14,4 miliar dari Kementerian Pertanian RI untuk membantu meningkatkan produksi pangan di Kabupaten Bima tahun 2016. Ada 241 Poktan di Kabupaten Bima masuk dalam daftar penerima bantuan. Dengan rincian Rp8,9 miliar untuk 158 poktan yang mengelola sawah seluas 4.447 hektare dan Rp5,5 miliar untuk 83 poktan dengan luas sawah 2.780 hektare.

Penyaluran anggaran dikirim secara langsung ke rekening perbankan masing-masing poktan. Pencairan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar atau 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.

Ketika anggaran tersebut telah masuk ke rekening pribadi poktan, Tayeb sebagai PPK mengeluarkan perintah untuk melakukan penarikan tunai kepada poktan. Uang tersebut diminta untuk dikumpulkan kembali di Dinas PTPH Kabupaten Bima.

Baca juga: Disebut Terima Uang Proyek Saprodi Rp250 Juta, Bupati Bima: Silakan Buktikan

Pengumpulan anggaran yang seharusnya dikelola mandiri oleh masing-masing poktan itu ditarik kembali atas perintah terdakwa Tayeb. Penarikan tidak dibuktikan dengan adanya nota penyerahan.

Setelah uang terkumpul dari poktan, atas perintah M. Tayeb, Muhammad bersama Nur Mayangsari melakukan pembayaran ke CV Mitra Agro Sentosa yang beralamat di Jombang, Jawa Timur. Penunjukan CV Mitra Agro Santosa sebagai penyedia saprodi berada di bawah perintah Tayeb.

Barang-barang yang dibeli dari perusahaan tersebut antara lain, benih padi, pupuk, dan pestisida. Namun, ada beberapa item barang yang tidak bisa disediakan CV Mitra Agro Santosa sehingga ada yang dibeli dari perusahaan penyedia lokal.

Baca juga: Bupati Bima Diterpa Dua Isu Terima Fee Proyek: Pengadaan Kapal Rp275 Juta dan Saprodi Rp250 Juta

Nur Mayangsari sebagai bawahan Muhammad juga mendapatkan perintah membuat dua nota pesanan saprodi untuk CV Mitra Agro Santosa dengan rincian nota pertama sejumlah Rp8,9 miliar dan untuk pesanan kedua Rp1,7 miliar. Pemesanan saprodi tersebut tidak sesuai dengan luas sawah kelompok tani yang terdaftar dalam petunjuk pelaksanaan. Sehingga Terdapat kekurangan yang kini muncul sebagai nilai kerugian negara sebesar Rp5,1 miliar. (ain)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here