Mataram, katada.id – Kasus dugaan perusakan gerbang Kantor DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) oleh enam aktivis mahasiswa akhirnya diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice (RJ), Kamis (17/4).
Pengacara publik dari Pusat Bantuan Hukum Masyarakat (PBHM) NTB, Yan Mangandar Putra menyampaikan, sejak pukul 09.00 – 15.00 Wita penyidik Unit I Subdit III Ditreskrimum Polda NTB menyerahkan enam tersangka dan barang bukti ke penuntut umum Kejari Mataram.
“Setelah proses tahap dua selesai, dilanjutkan dengan upaya perdamaian di Ruang Restorative Justice Kejari Mataram antara pelapor, yaitu Sekretariat DPRD NTB Bapak Muhammad Erwan dengan para tersangka HF, DI, MF, MA, RR, dan KS,” jelas Yan.
Ia mengatakan, dalam proses RJ tersebut, para mahasiswa didampingi penasihat hukum dan keluarga. Hadir pula Wakil Rektor III Universitas Mataram (Unram) Sujita, Ketua Pokja Kemahasiswaan Abdul Faruk, serta Presiden BEM Unram Lalu Nazir Huda sebagai perwakilan tokoh masyarakat dan kampus.
Yan menjelaskan, dasar proses RJ ini adalah adanya permohonan penghentian penuntutan yang diajukan oleh penasihat hukum serta surat pernyataan damai yang ditandatangani para pihak sejak 18 Februari 2025.
“Fasilitator RJ adalah Jaksa Penuntut Umum Heru Sandika Triyana dari Kejati NTB. Prosesnya berjalan baik, para pihak menyampaikan pendapat dari hati ke hati tanpa tekanan. Hasilnya, disepakati damai tanpa kewajiban tambahan, laporan dicabut, dan ditandatangani sejumlah dokumen seperti kesepakatan damai, pakta integritas, dan berita acara,” jelasnya.
Presiden BEM Unram, Lalu Nazir Huda menyampaikan bahwa penyelesaian kasus ini memberi kelegaan bagi mahasiswa setelah delapan bulan melalui proses panjang.
“Kasus ini bermula dari aksi 23 Agustus 2024. Selama ini, kami konsisten memperjuangkan agar kawan-kawan tidak terjerat hukum. Karena kasus ini bukan soal kriminalitas, tapi ekspresi kekecewaan terhadap kebijakan,” katanya.
Ia juga mengkritik sikap DPRD NTB yang dinilai tidak melakukan introspeksi atas akar masalah aksi mahasiswa.
“Yang seharusnya disalahkan adalah birokrasi dan DPRD yang gagal membatasi kewenangan pemerintah. Kalau demokrasi ditegakkan dan kebijakan tak dibuat semaunya, mahasiswa tak akan turun ke jalan,” tegas Nazir. (red)