MATARAM-Kasus korupsi pengadaan marching band di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB belum kelar juga. Berkas tersangka masih bolak-balik.
Baru-baru ini, jaksa peneliti Kejati NTB mengembalikan berkas tersangka karena dianggap belum lengkap. Dalam petunjuknya, jaksa meminta kepada penyidik Subdit III Ditreskrimsus Polda NTB untuk melampirkan harga perkiraan sendiri (HPS) pengadaan marching band.
“Kami sudah berupaya melengkapi petunjuk jaksa. Masih dianggap kurang. Kurangnya masih soal harga pembanding,” kata Dirreskrimsus Polda NTB Kombes Pol Syamsudin Baharuddin, Jumat (30/8).
Masalah HPS ini sudah pernah dikupas saat koordinasi supervisi (Korsup) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Tim KPK berpendapat kasus tersebut sudah terang,” ungkapnya.
Data pembelian harga barang tersebut sudah dipenuhi. Dugaan adanya mark up sudah melekat dari mulai proses sebelum hingga proses tender. PPK dan kontraktornya diduga telah mengatur harga pembeliannya.
“Sulit teridentifikasi persoalan markup. Karena proses pembeliannya melalui e-katalog. Kita akan berupaya memenuhi permintaan jaksa,” terang dia.
Sebagai informasi, dalam kasus ini polda telah menetapkan dua orang tersangka. Mantan Kasi Kelembagaan dan Sarpras Bidang Pembinaan SMA Dikbud NTB M Irwin dan Lalu Buntaran selaku Direktur CV Embun Emas.
Pengadaan marching band dibagi dalam dua paket. Paket pertama dibuat sebagai belanja modal dengan nilai HPS Rp 1,6 miliar dari pagu anggaran Rp 1,7 miliar. CV Embun Emas memenangi tender dengan penawaran Rp 1,5 miliar. Marching band pada paket pertama ini dibagi ke lima SMA/SMK negeri.
Paket kedua disusun sebagai belanja hibah untuk pengadaan bagi empat sekolah swasta. HPS-nya senilai Rp 1 miliar. CV Embun Emas kembali menjadi pemenang tendernya dengan harga penawaran Rp 982 juta.
Dalam kasus itu kerugian negara berdasarkan hasil perhitungan BPKP Perwakilan NTB sebesar Rp 702 juta. (dae)