Bima, katada.id – Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bima Rafidin mendesak kepolisian dan kejaksaan menyelidik dugaan korupsi penyertaan modal kepada delapan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Bima.
”Saya minta APH (aparat penegak hukum) turun mengusutnya. Saya menduga ada indikasi korupsi penyertaan modal kepada BUMD inu,” duga Rafidin kepada wartawan, belum lama ini.
Dalam periode 2015 hingga 2019, Bupati Bima mengalokasikan anggaran puluhan miliar untuk delapan BUMD. Rinciannya, Bank NTB Rp24,6 miliar, PDAM Rp1,8 miliar, PD Wawo Rp1,5 miliar, PD BPR NTB Bima Rp1,650 miliar, PT Dana Usaha Mandiri Rp250 juta, PT Dana Sanggar Mandiri Rp250 juta, BPR Pesisir Akbar Rp2,350 miliar, dan PT Jamkrida NTB Gemilang Rp500 juta.
Rafidin menegaskan, indikasi korupsi penyertaan modal ini diperkuat dengan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB. Ia menyebutkan, pada tahun 2020 dan 2021 l. Pemkab Bima menggelontorkan anggaran Rp20 miliar untuk penyertaan modal di tahun 2020 dan 2021. Salah satu BUMD yang mendapat suntikan modal adalah PDAM Bima. Perusahaan pelat merah yang dipimpin Hairudin ini mendapat suntikan anggaran Rp7 miliar di tahun 2020 dan 2021.
”Patut dipertanyakan, kenapa ada penyertaan modal di tahun-tahun itu. Padahal sudah tidak berlaku lagi perda penyertaan modal,” tanya dia.
Menurut Rafidin, jika memang ada penyertaan modal tahun 2020 dan 2021, maka Pemkab Bima diduga telah melanggar hukum. Karena tidak ada perda yang mengaturnya. ”Menurut saya ini pidana,” tegas Rafidin.
Ia menerangkan, perda penyertaan modal hanya berlaku tahun 2019. Kemudian diperbaharui lagi di akhir tahun 2021. “Dugaan saya, penyertaan modal adalah bagi-bagi APBD,” tudingnya.
Soal penyertaan modal tahun 2020 dan 2021, Rafidin mengaku, dewan juga tidak pernah menyetujuinya. Karena itu, dia meminta Inspektorat Bima agar mengaudit khusus anggaran penyertaan modal. ”Harus ditelusuri semua uang yang diberikan ke BUMD. Ke mana saja dan untuk apa saja uang tersebut,” desaknya. (ain)