Bima, katada.id – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Namun status tersangka yang disandang mantan Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) ini tidak mengganggu proses hukum yang sedang ditangani lembaga antirasuah.
Salah satu kasus yang dipastikan berlanjut penanganan hukumnya adalah dugaan gratifikasi dan korupsi pengadaan barang dan jasa lingkup Pemkot Bima yang menjerat Muhammad Lutfi, mantan Wali Kota Bima.
Hal ini ditegaskan Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi media ini mengenai penanganan kasus eks Wali Kota Bima Muhammad Lutfi.
“Kami pastikan semua perkara yang ditangani KPK tetap berproses dan diselesaikan hingga tuntas,” tegas Ali Fikri dihubungi media ini melalui pesan singkat WhatsApp, Kamis (23/11).
Ia menjelaskan bahwa penetapan Ketua KPK sebagai tersangka oleh Penyidik Polda Metro Jaya tidak ada keterkaitan dengan penanganan hukum yang sedang berjalan di tubuh komisi antirasuah tersebut.
“Tidak ada hubungannya, karena kepemimpinan KPK adalah kolektif kolegial,” jelasnya.
Sebagai informasi, khusus di NTB, KPK sedang menangani dua kasus. Pertama, kasus mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi yang kini ditetapkan sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp 8 miliar dan korupsi pengadaan barang dan jasa di lingkup kerja Pemerintah Kota Bima periode 2018-2023.
KPK mengumumkan penetapan Muhammad Lutfi sebagai tersangka pada 5 Oktober 2023. Dari progres penyidikan, mantan Wali Kota Bima tersebut kini menjalani penahanan di Rutan KPK.
Kasus kedua, dugaan korupsi dalam proyek pembangunan gedung Tempat Evakuasi Sementara (TES) Tsunami Lombok Utara tahun 2014.
Gedung TES Tsunami Lombok Utara ini merupakan proyek yang berasal dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggungan Bencana (BNPB). Realisasi pekerjaan dilaksanakan melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya NTB.
Pelaksana proyek ini adalah PT Waskita Karya. Pembangunan gedung berlokasi di kawasan Pelabuhan Bangsal, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Proyek dimulai pada Agustus 2014 yang menelan anggaran pusat senilai Rp 21 miliar.
Pada medio 2023, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi di Kota Mataram dengan meminjam salah satu ruangan di Kantor BPKP Perwakilan NTB. (ain)