Status Tahanan Kota Terdakwa Korupsi Po Suwandi dan Sri Suzana Disorot, Ketua PT NTB: Kalau Orang Sakit, Masak Kita Tahan?

0
Ketua Pengadilan Tinggi NTB Hery Supriyono dan Ketua Pengadilan Negeri Mataram Putu Gede Hariadi (kanan).

Mataram, katada.id – Status tahanan kota terdakwa korupsi Po Suwandi dan Sri Suzana disorot. Keduanya dialihkan penahanan sejak perkara bergulir di Pengadilan Tipikor Mataram.

Terdakwa Po Suwandi tersandung perkara korupsi usaha pertambangan di Dedalpak, Pohgading, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam perkara ini kerugian negara mencapai Rp 36 miliar.

Po Suwandi dalam perkara tersebut berperan sebagai Direktur PT AMG yang berkantor di Jakarta. Majelis hakim yang diketuai Isrin Surya Kurniasih menetapkan pengalihan status tahanan Po Suwandi karena pertimbangan sakit berdasarkan hasil rekam medis dari RSUD Kota Mataram.

Begitu juga dengan Sri Suzana yang menjadi terdakwa dalam perkara korupsi pengadaan alat metrologi tahun 2018 pada Disperindag Dompu.

Baca juga: Status Tahanan Kota Terdakwa Korupsi Rp 36 Miliar Po Suwandi Terancam Dicabut Jika ‘Keluyuran’ di Luar Mataram

Mantan Kepala Diskoperindag Dompu ini berstatus tahanan kota sejak perkara berproses di Pengadilan Tipikor. Majelis hakim yang diketuai Mukhlassuddin menetapkan hal demikian berdasarkan adanya pengajuan dari pihak penasihat hukum bahwa mantan Kepala Disperindag Dompu itu mengidap penyakit Vertigo.

Ketua Pengadilan Tinggi NTB Hery Supriyono menegaskan, majelis hakim yang menyidangkan suatu perkara punya kewenangan untuk mengalihkan status tahanan terdakwa.

“Terkait penahanan, itu jadi wewenang majelis. Majelis bisa menangguhkan, mengeluarkan, dan menetapkan terkait pengalihan,” terang Hery didampingi Ketua PN Mataram Putu Gede Hariadi, Kamis (16/5).

Baca juga: Hukuman Eks Kepala Disperindag Dompu Sri Suzana Naik Jadi 2 Tahun Penjara

Apabila ada pengajuan pengalihan status tahanan terdakwa, majelis hakim harus menerbitkan penetapan berdasarkan pertimbangan yang kuat. “Kalau misal karena sakit, pertimbangannya harus melihat rekam medis. Kalau memang hakim yakin rekam medis itu benar dan dengan alasan kemanusiaan, kenapa tidak (ditetapkan)?” ujarnya.

Pada prinsipnya, menurut dia, penegakan hukum tidak boleh bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM). “Kalau orang sakit, masak kita tahan? Yang penting prosesnya (hukum) jalan,” cetus dia.

Mengenai pengawasan terhadap terdakwa yang berstatus tahanan kota, Hery menegaskan, hal tersebut masih berada dalam tanggung jawab hakim.

Baca juga: Korupsi Rp 36 Miliar, Hakim Pengadilan Tinggi NTB Vonis Dirut PT AMG Jadi Tahanan Kota

“Setiap bulan itu harus ada laporannya (pengawasan). Setiap pengadilan negeri di daerah, itu ada ditunjuk hakim pengawas, jadi ada itu. Untuk di NTB, pengawasan bisa dilakukan sekali setahun. Jadi, monitoring tetap ada,” katanya.

Hery kembali menegaskan bahwa majelis hakim yang bertugas sudah bekerja dengan profesional. “Majelis hakim membuat penetapan pengalihan status tahanan berdasarkan pertimbangan yang kuat,” klaimnya.

Kini, kedua terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Sebelum ada putusan berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung, Hery memastikan pengawasan kedua terdakwa berada dalam pengawasan hakim.

Baca juga: Terdakwa Sri Suzana hingga PPTK Sekongkol Siasati Hasil Pemeriksaan Alat Metrologi Disperindag Dompu

(tik)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here