DPRD NTB Minta Kemenag Tak Hanya Turun Tangan Saat Ada Kasus di Pesantren

0
Anggota Komisi V DPRD NTB, Jamhur. (foto dok katada)

Mataram, katada.id – Anggota Komisi V DPRD NTB Jamhur mengatakan kasus kekerasan seksual marak terjadi di Pondok Pesantren (Ponpes). Ia menyayangkan kasus kekerasan seksual itu terjadi di lingkungan pondok pesantren.

Baru-baru ini, salah seorang Ketua Yayasan Ponpes di Lombok Barat berinisial AF (60) diduga mencabuli dan menyetubuhi santriwati. Kasus kekerasan seksual ini telah dilaporkan ke Polresta Mataram.

“Banyak manusia tidak terlepas dari kesalahan dan lupa. Tetapi karena terjadi di pondok pesantren beliau seharusnya menjadi teladan,” kata anggota komisi V ini saat diwawancarai wartawan, Rabu (23/4).

Ia menjelaskan dukungannya terhadap tindakan Kanwil Kemenag NTB agar mengevaluasi dan cabut izin pondok pesantren bermasalah itu.

“Bagus statement yang disampaikan kanwil Kemenag NTB sebagai kewenangannya,” ujar dia.

Jamhur menambahkan ke depannya Kemenag NTB harus melakukan kegiatan berkelanjutan untuk memperjuangkan pondok pesantren yang ada di NTB.

“Kemenag harus secara intens mengawasi kekurangan pondok pesantren. Jangan sewaktu-waktu dia. Jangan hanya bicara ketika ada masalah seperti ini,” kata dia.

Ia mengatakan pondok pesantren harus dilakukan dengan pembinaan dengan bantuan anggaran dari pemerintah. “Catatan penting bagi kemenag. Jangan hanya kasus aja. Pembinaan terhadap pondok pesantren harus dilakukan,” tegas dia.

Jumhur menjelaskan, selama ini berdasarkan penilaiannya selama ini kesan yang ada pondok pesantren dipandang sebelah mata tanpa sentuhan pemerintah. Padahal menurutnya pendidikan agama di pondok pesantren menjadi harapan bangsa untuk memperbaiki moral generasi. “Kesan yang muncul pondok pesantren dipandang sebelah mata oleh pemerintah. Tugas kita bagaimana melirik pondok pesantren. Jangan hanya memojokkan pesantren,” tegas dia.

Ia juga mengatakan beberapa ungkapan yang menggambarkan tidak terlalu diperhatikan kesejahteraan tenaga pendidik di pondok pesantren.

“Bagi guru di pesantren ini ada ungkapan Honda Yamaha (honor dari Allah yang maha esa). Ini muncul dari guru honorer dan kontrak di madrasah. Ini yang menjadi masalah di pondok pesantren. Jangan hanya menonjolkan kasusnya aja,” kata Jamhur. (din)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here