Bima, katada.id – Pemkab Bima akhirnya menanggapi laporan dugaan korupsi pembangunan Masjid Agung ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
’’Laporan itu salah alamat,’’ terang Kepala Bagian (Kabag) Protokol Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setda Kabupaten Bima, Suryadin dihubungi katada.id via pesan singkat, Selasa (7/6/2022).
Sebelumnya, Bupati Bima, Indah Dhamayanti Putri dilaporkan ke KPK karena diduga terlibat dugaan korupsi pembangunan Masjid Agung. Sebagaimana dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB, pembangunan Masjid Agung itu diduga terjadi penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan daerah sebesar Rp 8,4 miliar.
Temuan itu berasal dari denda keterlambatan pekerjaan Rp 832.075.708; kekurangan volume pekerjaan konstruksi Rp 497.481.748; dan kelebihan pembayaran PPN Rp 7.092.727.273.
Selain bupati, dua pejabat dan rekanan dilaporkan juga ke KPK. Yaitu Sekda Kabupaten Bima Taufik HAK; Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Bima M Taufik; dan Direktur Utama (Dirut) PT Brahmakerta, Adiwira H Yufizar.
Suryadin merasa heran dengan laporan tersebut, apalagi nama bupati dan sekda ikut diseret. Menurunya, bupati dan sekda tidak ada kaitan dengan pembangunan Masjid Agung.
Pembangunan masjid tersebut, terang dia, penanggungjawabnnya ada di Dinas Perkim. Di sana, ada pengguna anggaran, PPK, dan kontraktor.
’’Proses pengerjaan infrastruktur tersebut tidak ada hubungan dengan kedudukan bupati dan sekda,’’ terang dia mengklarifikasi.
Bagi dia, laporan ke KPK itu dirasa salah alamat. Karena bupati dan sekda tidak masuk secara struktural dalam manajemen proyek pembangunan Masjid Agung. ’’Soal temuan BPK itu sedang ditindaklanjuti,’’ ungkapnya.
Mengenai denda keterlambatan pekerjaan, ia menjelaskan, terdapat perbedaan persepsi antara tim pemeriksa (BPK) dengan pihak pelaksana proyek. Tim audit berpandangan masih terdapat pekerjaan yang belum diselesaikan. Meskipun dalam laporan progres pekerjaan sudah mencapai 99,159 persen dan masih ada deviasi keterlambatan 0,841 persen.
Karena pekerjaan tersebut belum selesai 100 persen, tim BPK menganggap seluruh pekerjaan belum selesai. Sehingga dikenakan denda senilai Rp 832.075.708,95.
Sementara dari sisi pelaksana, denda keterlambatan hanya Rp 47,7 juta. Hal itu berdasarkan laporan progres yang mencapai 99,159 persen dengan deviasi keterlambatan 0,841 persen serta mengacu pada perhitungan yang ada dalam regulasi. ’’Saat ini denda keterlambatan dibayar sesuai perhitungan progres pekerjaan kontraktor dan selisih pembayaran masih dibahas lebih lanjut,’’ katanya.
Untuk kekurangan volume pekerjaan konstruksi Rp 497.481.748,58, Suryadin menegaskan, sudah disetor ke kas negara. Sementara, mengenai kelebihan pembayaran PPN Rp 7.092.727.273,00, ia mengungkapkan, uang tersebut sudah disetor ke kas negara.
Penyetoran pajak tersebut atas dasar pemahaman pembangunan Masjid Agung tersebut dikenakan PPN dan ditindaklanjuti kantor Pajak Pratama Kabupaten Bima melalui rapat koordinasi. ’’Uang tersebut akan dikenakan restitusi atau penagihan kembali. Penagihan akan dilakukan pelaksana proyek sebagai wajib pajak,’’ ucapnya. (dae)