Istri Eks Wali Kota Bima Bantah Atur Proyek dan Terima Uang Suap, Sebut Rofiko Jahat!

0
Saksi Eliya dan Agus Salim dikonfrontir dalam persidangan terdakwa Muhammad Lutfi di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (22/3).

Mataram, katada.id – Eliya dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus suap dan gratifikasi pengadaan barang dan jasa yang menyeret suaminya Muhammad Lutfi, eks Wali Kota Bima.

Perempuan berjilbab ini membantah telah mengatur proyek saat suaminya menjadi Wali Kota Bima periode 2018-2023. Ia juga menepis menerima uang suap dari rekanan maupun kepala dinas lingkup Pemkot Bima.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Andre mengulik keterlibatan Eliya dalam pengaturan pemenang proyek di sejumlah dinas. Salah satunya, pengadaan peralatan catering, mesin jahit, jalan Nungga-Toloweri, dan lainnya.

Perempuan yang akrab disapa Umi Eli ini menjelaskan bahwa dirinya tidak pernah memanggil khusus atau bertemu Agus Salim untuk membahas proyek pengadaan alat catering, mesin jahit, dan jalan Nungga-Toloweri. Begitu dengan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Syahruddin terkait pengadaan

“Saya tidak turut campur pengadaan catering. Begitu juga dengan pengadaan mesin jahit dan proyek lainnya,” bantah Eliya pada persidangan terdakwa Muhammad Lutfi di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (22/3).

Ia mengakui memang ada ibu-ibu yang meminta peralatan catering dan mesin jahit. Sebagai Ketua Dekranasda dan PKK Kota Bima, ia menyarankan agar membuat proposal dan mengajukan ke dinas terkait.

“Saya tidak pernah panggil kepala dinas dan pejabat. Saya sarankan ibu-ibu ke dinas tersebut untuk mengajukan proposal,” ujarnya.

Dalam persidangan tersebut, Eliya lebih banyak menjawab tidak tahu. Begitu pula mengenai adanya arahan kepada Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Barang dan Jasa serta dinas agar memenangkan perusahaan jagoannya.

“Tidak ada rekanan yang menghadap ke saya. Saya juga tidak melihat terdakwa mengarahkan Pokja dan Kadis untuk memenangkan rekanan tertentu,” kata Eli menjawab pertanyaan Abdul Hanan selaku Penasihat Hukum terdakwa Muhammad Lutfi.

Umi Eli membantah juga menerima uang dari rekanan maupun kepala dinas yang berkaitan dengan proyek. “Terdakwa tidak pernah terima uang dari kadis atau rekanan, tidak ada. Saya juga tidak ada,” tepisnya.

Mengenai pertemuannya dengan Rofiko Alfiansyah, ia tidak menampik. Eliya mengaku hanya sekali saja bertemu dengan Rofiko. “Saat itu dibawa oleh Irawan, paman kandung Rofiko ke kediaman (rumah dinas wali kota). Dia meminta tolong kepada saya dan menyampaikan Rofiko ini keponakannya,” katanya.

Pamannya menyampaikan bahwa Rofiko telah dilaporkan Makdis ke Polres Bima Kota karena kasus penipuan dan penggelapan. “Jadi, Rofiko ini bawa lari uang Makdis. Dia minta dibicarakan dengan Makdis, agar laporan dicabut. Makdis ini adik ipar saya, mungkin karena itu dia minta tolong ke saya,” ungkapnya.

Saat itu, ia tidak membicarakan masalah proyek. Eliya hanya menasehati Rofiko. “Tapi omongan saya direkam. Tanpa seizin saya. Rofiko itu jahat,” cetusnya.

Selanjutnya, Eliya tidak membantah pernah menerima uang dari Makdis. Namun uang senilai Rp 500 juta tersebut utang untuk rehab rumah. “Saya minta bantuan Makdis untuk kerjakan rumah tersebut. Nilai perbaikan Rp 500 juta dan saya mengembalikan 550 juta. Rp 50 juta untuk membayar jasanya,” ujarnya.

Ia membantah juga pernah mengarahkan Makdis untuk mengerjakan proyek dan meminta uang kepada rekanan. “Saya sejak awal diminta tidak mengurus soal pemerintahan oleh suami saya (Lutfi), karena ranah saya urus organisasi,” tegasnya.

Berkaitan dengan Makdis dan istrinya Nafila (adik Eliya) pernah tinggal di rumah dinas, ia membantahnya. “Tidak ada. Mereka punya rumah sendiri,” bantahnya lagi.

Ditanya menerima hadiah mobil Toyota Vios, Eliya lagi-lagi membantahnya. “Saya tidak pernah. Tidak ada mobil vios saya,” ujarnya.

Sementara, Majelis Hakim menggali soal pertemuannya dengan Agus Salim untuk membahas proyek-proyek. Termasuk proyek Jalan Nungga-Toloweri.

Hakim juga menanyakan bahwa Eliya pernah memarahi Iskandar (mantan Kabag PBJ) karena tidak memenangkan perusahaan jagoannya.

Menjawab itu, Eliya mengaku tidak pernah memanggil dan bertemu Agus Salim terkait proyek. “Saya tidak tahu. Konfirmasi mengenai pemenang lelang, tidak pernah.
Tidak pernah juga memarahi Iskandar terkait proyek yang tidak dimenangkan perusahaan tertentu,” terangnya.

Meski hakim mengingatkan banyak saksi-saksi yang menyebut namanya pada persidangan sebelumnya, terutama dalam hal mengatur proyek, Eliya tetap dengan jawabannya. “Banyak yang menyebut nama saksi di persidangan sebelum-sebelumnya loh,” katanya. “Saya tidak tahu yang mulia. Tidak pernah panggil dan bertemu bahas proyek,” tegas Eliya.

Hakim juga sempat menyinggung isi pembicara yang direkam Rofiko. “Rofiko jahat, dia merekam tanpa seizin saya. Isinya menasehati dia. Apa alasan dan maksud dia merekam pembicaraan saya. Disebar di tiktok juga,” ujarnya.

Dikonfrontir, Eliya Tepis Kesaksian Agus Salim dan Rofiko

Dalam persidangan tersebut, Eliya dikonfrontir dengan Agua Salim dan Rofiko. Agus Salim mengatakan bahwa ada arahan dari Eliya di hampir semua paket pekerjaan. “Diarahkan lewat Fahad (Kabid Bina Marga PUPR Kota Bima) juga,” kata Agus Salim.

Ia pernah bertemu langsung dengan Eliya. Namun Agus Salim lupa berapa kali bertemu dengan Eliya. “Saya dipanggil soal proyek Jalan Nungga-Toloweri, soal pemotongan anggaran. Dia tanya apakah tidak bisa dilakukan tidak dipotong,” ungkapnya.

Proyek Dinas Pariwisata, Agus Salim dipanggil Eliya di rumah dinas dan di kantor wali kota. Saat itu, Eliya menanyakan jika paket proyek tersebut diikutkan oleh perusahaan ini (jagoannya).

Keterangan Agus Salim ini langsung dibantah Eliya. “Tidak pernah sering ketemu. Tidak pernah bicarakan soal proyek,” bantah Eliya.

Agus mengungkapkan juga soal pengaturan pemenang proyek Pembangunan Puskesmas Rasanae Timur. “Pernah dengar, anggota Pokja Agus Mursalim dipanggil Eliya,” bebernya.

Begitu juga dengan pengadaan mesin jahit. Agus Salim mengaku ada arahan dari Eliya. “Di akhir 2022 (pengadaan mesin jahit) dibatalkan. Agus Mursalim bercerita ada arahan pengadaan kembali dan pemenangnya diatur,” jelasnya

Untuk pengadaan buku, ia bertemu dengan Eliya di halaman kantor Wali Kota Bima. “Saya pertemukan dengan penyedia,” ungkapnya.

Keterangan Agus Salim dibantah semua oleh Eliya: “Saya tidak tahu. Tidak tahu mengenai paket proyek. Tidak pernah bertemu Agus Salim juga,” tepisnya.

Sedangkan Rofiko mengaku dua kali bertemu dengan Eliya. Pertama, ia disuruh beli regulator gas elpiji di rumah dinas. Kemudian bertemu pada 5 November 2019 terkait transaksi uang Rp 1 miliar.

“Uang dari rekening Bank Ntb PT Risalah Jaya. Saya disuruh Nafila ke rumah dinas. Bertemu umi Eli, ditanya apa yang kamu bawa. Saya jawab uang. Dia perintahkan uang disetorkan ke rekening Makdis,” ungkapnya.

Kesaksian Rofiko langsung ditepis Eliya. “Saya tidak pernah bertemu. Kalau soal beli regulator, kami ada bagian perlengkapan yang urus kebutuhan rumah dinas. Soal perintah setor uang ke rekening Makdis tidak ada,” bantahnya.

Rofiko menyebutkan bahwa Makdis dan Nafila tinggal di rumah dinas wali kota. “Saat saya serahkan uang tahun 2019 itu, mereka tinggal di sana,” ungkapnya. Namun keterangan Rofiko ini dibantah Eliya.

Ia juga mengungkapkan pernah menyerahkan uang Rp 350 juta di rumah dinas pada tahun 2019. Saat itu, ia disuruh Nafila untuk memasukan uang tersebut ke dalam mobil Nisan Xtrail miliknya terdakwa Lutfi.

“Nisan Xtrail itu mobil terdakwa. Saya ambil uang dari rekening Bank NTB (PT Risalah Jaya) Rp 350 juta. Itu uang proyek jalan Nungga-Toloweri. Saya disuruh masukin ke mobil Nisan, yang nyuruh Nafila. Saat itu tidak ada terdakwa dan Eliya,” ujarnya.

Mengenai pertemuannya dengan Eliya serta pamannya, Rofiko mengatakan, saat itu membicarakan masalah pembelian emas. “Bukan soal dinasehati tapi masalah emas. Saya memang rekam. Saya tidak minta izin. Saya tidak upload di media sosial,” jawabnya. (ain)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here