Istri Wali Kota Bima Diperiksa KPK, Pemkot Bima Zona Merah Korupsi

0
Muhammad Lutfi bersama istrinya Hj Eliya. (istimewa/google)

Mataram, katada.id– Istri Wali Kota Bima, Hj. Eliya belum lama ini dipanggil dan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Ia diperiksa sebagai saksi atas dugaan suap atau gratifikasi pada sejumlah proyek Fisik di Pemkot Bima 2018-2022, termasuk pembangunan relokasi Perumahan Kadole dan Oi Fo’o. Anggaranya sangat fantastis, yakni Rp 166 miliar yang bersumber dari APBN dan APBD Pemkot Bima.

Pemeriksaan terhadap Eliya adalah kelanjutan dari rangkaian Penyelidikan yang dilakukan KPK. Sebelumnya KPK telah memanggil dan memeriksa 30 kontraktor proyek, sejumlah pimpinan OPD dan pejabat Pemkot Bima terkait.

Informasinya, KPK tangani kasus ini berdasarkan laporan masyarakat. Terlapornya adalah Wali Kota Bima, H. Muhammad Lutfi, Istri Wali Kota Bima Hj. Eliya dan Ipar Wali Kota Bima, M. Maqdis. Belum ada informasi terlapor lainnya juga dipanggil dan diperiksa KPK.

Di sisi lain, ternyata  Pemkot Bima berada dalam zona merah korupsi. Hal ini terungkap dalam  Survei Penilaian Integritas (SPI) yang dilakukan KPK tahun 2022. Pemkot Bima mendapatkan skor  67.37 atau berwarna merah. Itu artinya, Pemkot Bima sangat rentan korupsi.  Sebelumnya pada SPI KPK tahun 2021, Pemkot Bima mendapatkan skor 69.29 atau berada di zona kuning korupsi, dimana Pemkot Bima rentan korupsi.

Sebagai informasi responden survei KPK berasal dari pihak internal atau pegawai pemerintah dan pihak ekternal atau penerima layanan pemerintah. Survei tersebut dilakukan untuk memetakan risiko korupsi, kemajuan upaya pencegahan korupsi dan membantu  organisasi atau lembaga pemerintahan menciptakan lingkungan kerja yang transparan, akuntabel, adil, serta bebas Korupsi.

Berikut uraian SPI Pemkot Bima 2022 dari sumber internal dan eksternal yang membuat kota dengan tagline “perubahan” ini zona merah korupsi.

Sementara Wali Kota Bima Muhammad Lutfi yang dikonfirmasi hanya  membaca draft pertanyaan yang diajukan media ini melalui pesan WhatsApp. Ini ditandai dengan panggilan video call olehnya pada kontak Whatsapp.

Sumber Internal

Risiko Suap atau Gratifikasi, 24.71 persen.
Risiko Jual beli Jabatan, 19.54 persen.
Pengelolaan Barang dan Jasa (PBJ), 45.21 persen.
Risiko Nepotisme dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), 34.34 persen.
Risiko Perdagangan Pengaruh, 34.83 persen.
Risiko Penyalahgunaan Fasilitas Kantor, 64.37 persen.
Risiko Penyalahgunaan Fasilitas Dinas, 34.2 persen.

Sumber Eksternal

Risiko Suap atau Gratifikasi, 33.85 persen.
Risiko Keberadaan Pungutan Liar, 80 persen.
Risiko Kualitas Pengelolaan Barang dan Jasa (PBJ), 30 persen.  Pungutan Liar, 2.82 persen.
Risiko Kualitas Transparansi Layanan, 80 persen. (sm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here