Jadi Saksi di Persidangan Tayeb, Muhammad Konsisten Sebut Bupati Bima Terima Uang Rp250 Juta

0
Muhammad menjadi saksi mahkota dalam persidangan terdakwa Muhamad Tayeb di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (10/4/2023).

Mataram, katada.id –  Kasus dugaan pengadaan sarana produksi (Saprodi) Cetak Sawah Baru tahun 2016 di Dinas Pertanian Tanaman Pangan, dan Hortikultura (PTPH) Bima masih mengagendakan pemeriksaan saksi.

Kali ini, Muhammad menjadi saksi mahkota dalam persidangan terdakwa Muhamad Tayeb di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (10/4/2023). Dalam persidangan itu, Muhammad yang juga terdakwa kasus Saprodi ini konsisten menyebut ada aliran dana ke Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri sebesar Rp 250 juta. ”Saya mengetahui ada uang yang diserahkan Umi (Hj Indah Dhamayanti Putri, red),” ungkap terdakwa Muhammad saat memberikan kesaksian terhadap terdakwa Tayeb.

Ia mengaku tidak menyerahkan langsung uang kepada bupati. Namun ia mengetahui adanya aliran dana ke bupati berdasarkan pengakuan dari Abdul Rauf, selaku perwakilan dari CV Mitra Agro Sentosa.

”Uang itu diterima Rauf. Menurut pengakuan Rauf, uang tersebut akan disampaikan ke Umi,” bebernya.

Dari dokumen yang Muhammad perolehan, uang yang diserahkan kepada bupati sebanyak kali. Dengan rincian, penyerahan pertama Rp 100 juta, penyerahan kedua Rp 50 juta dan penyerahan ketiga Rp 100 juta.

’’Saat meminta uang ke bendahara, Rauf pernah mengamuk di ruangan Nur Mayangsari. Sampai pukul-pukul meja, kaca kantor pecah karena tidak diberikan uang,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Muhammad selaku Ketua Tim Teknis Pelaksanaan Penyaluran Saprodi menjelaskan, berdasarkan aturan, bantuan anggaran Saprodi tersebut harus dibelanjakan langsung oleh petani. Karena, bantuan itu langsung masuk ke rekening para petani. ”Petani penerima bantuan bisa belanja dimana saja,” katanya.

Tetapi faktanya, Dinas PTPH menunjuk CV Mitra Agro Sentosa sebagai rekanan pengadaan Saprodi. Muhammad mengaku tidak mengetahui siapa yang menunjuk perusahaan asal Jawa Timur tersebut, karena ia menjadi ketua tim teknis pertengahan tahun 2016.

’’Saya mengetahui adanya Saprodi sudah di gudang di Bima dari Rauf. Katanya barang itu dipesan Kepala Dinas (Tayeb),” ujarnya.

Menanggapi kesaksian Muhammad, terdakwa M Tayeb tidak mengetahui persis siapa yang menyerahkan. Namun aliran dana itu ia ketahui dari laporan pertanggungjawaban perusahaan. ’’Ada catatan uang mengalir ke Umi. Ada buktinya dan sudah ditunjukkan ke majelis,” tegasnya.

Tayeb membela diri kalau dirinya tidak pernah memerintahkan ketua tim teknis untuk untuk menarik uang yang telah ditransfer ke petani. ”Saya sudah sampaikan seperti itu. Saya ingin berjalan sesuai dengan aturannya. Biar petani belanja sendiri,” kelitnya.

Sebagai informasi, program dana bantuan saprodi cetak sawah baru tahun anggaran 2016 ini berasal dari Kementerian Pertanian RI untuk membantu meningkatkan produksi pangan di Kabupaten Bima.

Pemerintah pusat menyalurkan anggaran Rp14,4 miliar kepada 241 kelompok tani di Kabupaten Bima. Penyaluran anggaran dilakukan secara langsung ke rekening perbankan masing-masing kelompok tani.

Pencairan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar, 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.

Dalam dakwaan, jaksa mengungkap bahwa terdakwa Tayeb sebagai pejabat pembuat komitmen mengeluarkan perintah untuk melakukan penarikan tunai kepada kelompok tani ketika anggaran tersebut telah masuk ke rekening pribadi masing-masing. Uang tersebut diminta untuk dikumpulkan kembali di Dinas PTPH Kabupaten Bima.

Pengumpulan anggaran yang seharusnya dikelola mandiri oleh masing-masing kelompok tani itu ditarik kembali atas perintah terdakwa M. Tayeb tanpa adanya nota penyerahan.

Setelah uang terkumpul dari kelompok tani, atas perintah Tayeb, terdakwa Muhammad bersama Nur Mayangsari melakukan pembayaran ke CV Mitra Agro Santosa yang beralamat di Jombang, Jawa Timur.

Nur Mayangsari sebagai bawahan Muhammad juga mendapatkan perintah membuat dua nota pesanan saprodi untuk CV Mitra Agro Santosa dengan rincian nota pertama sejumlah Rp 8,9 miliar dan untuk pesanan kedua Rp 1,7 miliar.

Penunjukan CV Mitra Agro Santosa sebagai penyedia saprodi juga berada di bawah perintah M. Tayeb. Barang-barang yang dibeli dari perusahaan tersebut antara lain, benih padi, pupuk, dan pestisida.

Namun, dari daftar pembelian, ada beberapa item barang yang tidak bisa disediakan CV Mitra Agro Santosa sehingga ada yang dibeli dari perusahaan penyedia lokal.

Jaksa pun menilai pemesanan saprodi tersebut tidak sesuai dengan luas sawah poktan yang terdaftar dalam petunjuk pelaksanaan. Sehingga terdapat kekurangan yang kini muncul sebagai nilai kerugian negara sebesar Rp5,1 miliar. (ain)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here