KPK Periksa 9 Saksi Kasus Shelter Tsunami, Ada Eks Kepala Dinas PUPR NTB, BPBD dan DPPKAD Lombok Utara

0
Gedung TES Tsunami Lombok Utara mangkrak. Saat ini, pembangunan gedung dengan anggaran Rp21 miliar diusut KPK.

Mataram, katada.id – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil saksi dugaan korupsi proyek pembangunan shelter korban tsunami di kawasan Pelabuhan Bangsal, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Ada sembilan orang saksi yang diperiksa, Kamis (5/9). Para mantan pejabat Pemprov NTB, Lombok Utara, dan Pokja pembangunan Shelter Tsunami ini menjalani pemeriksaan di Kantor BPKP NTB Jalan Majapahit, Kota Mataram, NTB.

“Hari ini Kamis (5/9), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan TPK (tindak pidana korupsi) terkait pembangunan tempat evakuasi sementara (TES)/Shelter Tsunami di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), oleh Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi NTB, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2014,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dihubungi katada.id.

Berdasarkan penelusuran katada.id, para saksi tersebut, yakni mantan Kepala Dinas PUPR Provinsi Nusa Tenggara Barat Dwi Sugiyanto (DWS), anggota Tim Pengelola Teknis Proyek Pembangunan TES/Shelter Tsunami NTB Ananto Hariyanto Prasetyo (AHP), Kepala BPBD Lombok Utara periode 2018 Iwan Maret Asmara (IWM), dan Kepala DPPKAD Kabupaten Lombok Utara periode 2017 Irwan (IRW).

Kemudian, Sekretaris Pokja Andria Hidayati (ADH), anggota Pokja Irham (IRH), anggota Pokja dan Sekretaris PPHP Isnaedi Jamhari (INJ), serta dua pihak swasta Gematullah (GMT) dan Robinzandhi (RBZ) dari wiraswasta.

Sebelumnya, Senin (8/7), KPK mengumumkan dimulainya penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan tempat evakuasi sementara atau shelter korban tsunami oleh Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2014.

KPK juga telah menetapkan dua orang tersangka. Meskipun belum menyebut identitas lengkap keduanya, KPK mengungkapkan bahwa tersangka merupakan penyelenggara negara dan pelaksana proyek dari kalangan BUMN.

Sementara, kerugian keuangan negara yang muncul dari penyidikan ini mencapai Rp 19 miliar. Angka kerugian itu diumumkan KPK bersama dengan adanya penetapan tersangka.

Sebagai informasi, proyek ini dikerjakan PT Waskita Karya dengan konsultan perencana CV AC tahun 2014 lalu dengan anggaran Rp 21 miliar. Gedung yang mampu menampung 3.000 orang ini telah diserahterimakan kepada Pemda Lombok Utara tanggal 16 Juli 2017 lalu. Namun gedung tersebut hingga kini mangkrak. (ain)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here