Prihatin Pernikahan di Bawah Umur, DPRD NTB Lakukan Sosialisasi Perda

0
Sosialisasi Perda pernikahan di bawah Umur oleh DPRD NTB.

Mataram, katada.id – Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Akhdiansyah mengaku cukup perihatin tingginya angka perkawinan dibawah umur.

Pasalnya, pergerakan angka dari tahun ke tahun terus menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Anggota Komisi V DPRD NTB itu, pada tahun 2019 saja tercatat ada sekitar 200-san kasus.

“Angka tersebut meningkat pada tahun 2020, yakni sekitar ada 800-san kasus,” ungkapnya.

Oleh karenanya, ini menjadi perhatian anggota Komisi V DPRD NTB untuk lebih masif menyosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Inisiatif DPRD NTB yang ditetapkan pada masa sidang tahun 2021. Yakni, Perda Nomor 5 tahun 2021 Tentang Pencegahan Perkawinan Anak.

“Terutama (perkawinan anak) berdampak pada kesehatan reproduksi,” kata politisi muda asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Ia menegaskan, sosialisasi sudah dilakukan selama beberapa hari di Kabupaten Dompu. Dimana perda itu juga, kata pria yang akrab disapa Guru To’i ini, merupakan inisiatif DPRD NTB. Menurutnya, dari hasil riset secara ilmiah serta berdasarkan peraturan Undang-Undang Nomor 174 menyebutkan usia perkawinan adalah umur 18 tahun.

“Secara medis, pada umur ini kesehatan reproduksi sudah matang untuk menikah,” tuturnya.

Termasuk, masih kata Anggota DPRD NTB jebolan asal Dapil VI Dompu, Bima dan Kota Bima tersebut, kesehatan anak yang akan dilahirkan dan ibu dianggap sudah matang. Dampak lain yang ditimbulkan dari perkawinan anak, sambungnya, dapat menimbulkan pengangguran baru. Mengapa? Karena biasanya mereka yang menikah di bawah umur sangat rawan akan kondisi perekonomiannya.

Selain itu, usia 18 tahun ke bawah adalah usia anak untuk bersekolah. Dengan perkawinan anak tentu berpotensi besar terhadap angka putus sekolah.

“Jangan sampai akibat ini (perkawinan anak dibawah umur) menimbulkan masalah-masaah baru berdampak pada ekonomi mereka,” tegas Guru To’i saat dihubungi via telepon seluler, Selasa (23/11).

Berangkat dari persoalan ini, membuat anggota dewan di Udayana perlu lebih masif menyosialisasikan perda pencegahan perkawinan anak. Guna menjaga kesinambungan generasi bangsa di masyarakat. Bahwa putera-puteri NTB harus sehat, siap secara kualitas dari sejak dilahirkan.

“Maka perkawinan anak di bawah umur ini harus kita hindari,” kata Legislator Udayana yang dikenal cukup vocal tersebut.

Sosialisasi yang dilakukan pada lima titik sejak tanggal 19 hingga 24 November itu, diharapkan kepada masyarakat untuk diketahui dan dipahami dengan baik. Sehingga perda bisa efektif berlaku di tengah masyarakat dan dijadikan pedoman untuk dilaksanakan bersama. Lantas adakah sanksi yang diberikan bila masyarakat melanggar perda tersebut?.

Guru To’i mengatakan, awal penyusunan perda telah mencantumkan sanksi-sanksi. Namun, dari hasil konsultasi bersama Kemendagri akan berbenturan pada nama perda itu sendiri.

“Perda ini lebih mendekatkan pada kedekatan persuasif yang diatur berdasarkan kolaborasi dari empat dinas teknis. Menurut mereka, perda pencegahan tidak perlu ada sanksi,” ucapnya.

Meski demikian, dalam perda tetap mengatur pemberian penghargaan bagi siapa saja yang bisa menjalankan perda atau mencegah perkawinan anak usia dini. Termasuk keterlibatan satuan petugas (satgas) hingga tingkat bawah level desa, dengan mengajak semua komponen masyarakat.

“Satgas ini akan meneruskan perda, mereka dibentuk melalui peraturan gubernur untuk diinisiasi pada pemerintah daerah di level masing-masing,” pungkasnya. (rif)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here