Taufik Rusdi Minta Polda NTB Usut Tersangka Lain Kasus Korupsi Sampan Fiberglass

0
Terdakwa Taufik Rusdi setelah sidang di Pengadilan Tipikor Mataram.

Bima, katada.id – Setelah bebas dari penjara, Taufik Rusdi kembali bernyanyi. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan sampan fiberglass tahun 2012 Rp1 miliar meminta Polda NTB mengusut tersangka lain.

Mantan pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bima menyebut nama-nama yang diduga terlibat. Diantaranya Hj Ferra Amalia Putri (Dae Ferra) dan Ferdiansyah Fajar Islam (Dae Ade).

Dua nama itu diketahui ipar Bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri. Sebagai informasi, Dae Ferra dan Dae Ade merupakan adik almarhum Bupati Bima Ferry Zulkarnain, suami dari Hj. Indah Dhamayanti Putri.

Taufik melalui penasihat hukumnya, Saiful Islam menyebut pula nama Kadis PUPR Bima Ir. Nggempo. Tiga nama itu disebut terlibat dalam proyek pengadaan sampan fiberglass. ’’Nama-nama yang diduga terlibat kami minta untuk dijadikan tersangka juga,’’ kata Saiful Islam, Rabu (7/10).

Dari tiga nama itu, Dae Ferra paling berperan dalam pengadaan simpan fiberglas. Dalam putusan Hakim Pengadilan Tipikor Mataram, Polda NTB diperintahkan untuk mendalami peran tersangka lain. Terpidana Taufik disebut melakukan korupsi bersama-sama dengan Hj Ferra Amelia.

’’Barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan dikembalikan kepada penyidik. Untuk dilakukan pengembangan perkara karena ada peran pihak lain (Dae Ferra) sebagai yang turut serta melakukan,” bunyi putusan hakim pada Kamis 18 Juli 2019 yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, Isnurul.

Nama Dae Ferra, Dae Ade dan Nggempo muncul dalam persidangan Taufik Rusdi pada tahun 2019 lalu. Bahkan ketiga dihadirkan untuk memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim.

Taufik mengakui pengadaan sampan itu penuh rekayasa. Sejak tahap awal hingga akhir, dia mengatur semuanya. Dia disuruh mengatur proyek miliaran itu agar bisa dimenangkan Dae Ferra.

Ada tiga perusahaan kepunyaan orang dekat Dae Ferra. Satu perusahaan diketahui milik Ferdiansyah Fajar Islam, adik Ferra. Yakni CV Lewa Mori Putra Pratama. Satu lagi milik orang tuanya Dae Ferra, yakni CV Bima Putra Pratama milik RM Zaubaidah. Sedangkan satu perusaan diketahui milik sopir Dae Ferra, yakni Rafik. ’’Dua perusahaan lain mereka pinjam,” ujar Saiful.

Karena itu, Saiful meminta Polda NTB untuk mendalami keterlibatan pihak lain yang disebutkan dalam putusan hakim. ’’Jangan klien kami saja yang ditersangkakan. Pihak lain yang diduga terlibat harus dijadikan tersangka juga,’’ desaknya.

Sebagai informasi, dalam kasus korupsi pengadaan sampan fiberglas, Taufik bekerja sama dengan Hj Ferra, yang saat itu menjabat Ketua DPRD Kota Bima. Taufik mengatur penentuan rekanan atas permintaan dari Dae Ferra.

Taufik kemudian mengakali proses pengadaan, padahal terdakwa tidak melakukan seluruh tahapan kegiatan. Mulai dari proses pemilihan penyedia barang/jasa (pelelangan), maupun pelaksanaan kegiatan pengadaan sampan fiberglass. Sehingga secara keseluruhan dokumen berkaitan dengan seluruh tahapan tersebut dibuat setelah pekerjaan pengadaan sampan berakhir, dengan maksud seolah-olah ada proses.

Taufik juga melakukan rekayasa proses penunjukan langsung dengan seolah-olah menunjuk lima perusahaan untuk mengerjakan lima paket proyek itu. Lima perusahaan itu disodorkan oleh Dae Ferra.

Rinciannya, CV Lewa Mori Putra Pratama sebagai pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Kore, Kecamatan Sanggar dengan nilai kontrak Rp 198.290.000. CV Lamanggila sebagai pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Punti, Kecamatan Soromandi dengan nilai kontrak Rp 198.450.000. CV Wadah Bahagia sebagai pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Lamere, Kecamatan Sape dengan nilai kontrak Rp 198.300.000.

Selanjutnya CV. Sinar Rinjani sebagai pelaksana kegiatan pengadaan pengadaan sampan dengan nilai kontrak Rp 198.380.000 serta CV Bima Putra Pratama pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Bajo Pulau, Kecamatan Sape dengan nilai kontrak Rp 198.200.000. Perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan Rp 159.816.518.

Pengadaan sampan ini dikerjakan melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bima, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus Transdes Kementerian Dalam Negeri Rp 1 miliar pada 2012. Saat itu, Taufik ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). (arr)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here