
Mataram, katada.id – Penyidikan kasus dugaan korupsi terkait sewa toko dan lapak di Pasar Sila, Kabupaten Bima, terus berlanjut. Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima kini sedang mendalami sejumlah pihak yang terlibat, salah satunya adalah Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bima, Amrin Munawar.
Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Bima, Catur Hidayat mengungkapkan bahwa Kadis Perindag dan sejumlah pejabat lainnya telah diperiksa dalam proses penyidikan ini. Pemeriksaan yang dilakukan menyangkut masalah penarikan sewa lapak yang dinilai memberatkan para pedagang dan melanggar peraturan yang ada. “Pak Kadis sudah diperiksa. Beberapa pedagang juga sudah dimintai keterangan,” jelas Catur di Mataram, beberapa hari lalu.
Selain Kadis Perindag, Kejari Bima juga telah memeriksa Kepala Pasar Sila, Mu’ujijah. Pasalnya, Mu’ujijah dianggap mengetahui secara langsung proses sewa lapak dan toko di Pasar Sila. “Selanjutnya, kami akan memeriksa pedagang yang terlibat. Kami agendakan pemeriksaan para pedagang pekan ini,” lanjut Catur.
Periksa Saksi Secara Maraton
Pemeriksaan maraton terhadap pedagang dijadwalkan akan berlangsung di lapangan, dengan jaksa turun langsung menemui pedagang untuk memudahkan proses pemeriksaan. “Kami akan turun lapangan mulai pekan ini. Ada ratusan pedagang yang akan dimintai keterangan,” ungkap Catur.
Penyidik memperkirakan proses ini akan memakan waktu yang cukup lama, mengingat jumlah pedagang yang terlibat cukup banyak.
Menurut Catur, dalam penyidikan ini ditemukan indikasi perbuatan melawan hukum, khususnya terkait dengan penyimpangan dalam penarikan sewa yang tidak disetorkan ke kas daerah.
Temukan Penyalahgunaan Wewenang
Dugaan sementara, ada praktek pungutan liar (pungli) dan penyalahgunaan wewenang terkait pengelolaan sewa lapak dan toko Pasar Sila.
Berdasarkan keterangan dari sejumlah pedagang, terungkap bahwa calo-calo meminta uang dalam jumlah besar untuk sewa lapak dan toko, dengan nilai mencapai puluhan juta rupiah. Uang sewa yang diminta bervariasi, antara Rp 8 juta hingga Rp 45 juta per lapak, yang dilakukan baik sebelum maupun setelah pembangunan lapak di pasar tersebut pada tahun 2022 dan 2023. “Total lapak yang dibangun mencapai sekitar 140 unit,” tambahnya.
Yang lebih mencurigakan, jumlah sewa yang diminta oleh calo-calo tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda). Pihak Kejari Bima menyatakan bahwa kasus ini akan terus didalami dan ditangani dengan serius, seiring dengan semakin berkembangnya bukti-bukti yang menunjukkan adanya praktik yang tidak sesuai dengan hukum. (red)