Mataram, katada.id – Penanganan kasus dugaan korupsi penyertaan modal terhadap delapan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Bima masih dalam tahap permintaan keterangan.
Sekda Bima HM Taufik HAK dan kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bima Adel Linggi Ardi telah dipanggil dan diperiksa oleh penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.
Penyelidik kasus ini menjadi atensi Kepala Kejati (Kajati) NTB Nanang Ibrahim Soleh. Informasi yang dihimpun katada.id, Kajati ikut turun tangan memantau setiap perkembangan penanganan kasus tersebut. Bahkan surat pemanggilan Sekda Bima ditandatangani langsung Nanang Ibrahim Soleh.
’’Semua kasus jadi atensi kami, termasuk kasus ini (penyertaan modal BUMD Bima, red),’’ ujarnya kepada wartawan di Kejati NTB, beberapa hari lalu.
Kajati NTB masih belum bisa bisa menyampaikan perkembangan terkini penanganan kasus penyertaan modal BUMD. Ia beralasan kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan. Sehingga belum bisa dibuka kepada publik.
’’Kalau masih penyelidikan belum bisa kami sampaikan. Tim kami masih bekerja,’’ terangnya.
Ia menegaskan, jika penanganan sudah baik ke tahap penyidikan, pihaknya akan terbuka dan menyampaikan kepada publik. ’’Sabar dulu. Tunggu dulu, ini masih lidik,’’ tandas Nanang.
Kasus dugaan korupsi penyertaan modal dari tahun 2005 hingga 2022 ini ditangani tim Pidana Khusus (Pidsus). Kasus tersebut telah dinaikan ke tahap penyelidikan.
Dugaan penyalahgunaan anggaran penyertaan modal terhadap delapan BUMD dari tahun 2005 hingga 2022 ini dilaporkan masyarakat kepada Kejati NTB 20 Februari lalu. Dalam salinan laporan, Pemkab Bima telah mengalokasikan anggaran Rp90 miliar terhadap delapan BUMD selama 7 tahun menjabat. Nilai penyertaan modal tersebut sesuai dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bima tahun 2021.
Nilai penyertaan modal selama periode 2005-2022 itu berbeda dengan hasil penelusuran Inspektorat Kabupaten Bima September 2021 lalu. Inspektorat menemukan penyertaan modal periode 2005-2022 sebesar Rp68 miliar.
Perbedaan nilai tersebut karena diduga adanya penyertaan modal secara sepihak sekitar Rp20 miliar lebih pada tahun 2020 dan 2021. Di antaranya, PDAM Bima Rp7 miliar dan BPR NTB Cabang Bima Rp11 miliar.
Dari uraian laporan, penyertaan modal tahun 2020 dan 2021 dilakukan tanpa didukung peraturan daerah (Perda). Sebab Perda Penyertaan Modal sebelumnya hanya berlaku pada tahun anggaran 2019. Sehingga terjadi perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2019 tentang Penyertaan Modal akhir tahun anggaran 2021. Dengan adanya perda perubahan tersebut, maka penyertaan modal hanya bisa dilakukan di tahun 2022
Sementara, penyertaan modal saat Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri dari tahun 2015 sampai tahun 2019, rinciannya Bank NTB Rp24,6 miliar, PDAM Rp1,8 miliar, PD Wawo Rp1,5 miliar, PD BPR NTB Bima Rp1,650 miliar, PT Dana Usaha Mandiri Rp250 juta, PT Dana Sanggar Mandiri Rp250 juta, BPR Pesisir Akbar Rp2,350 miliar, dan PT Jamkrida NTB Gemilang Rp500 juta. (ain)