Lombok Utara, Katada.id – Permasalahan aset di kawasan Sunset Point, Gili Trawangan, kini menjadi polemik setelah munculnya laporan pengusaha ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat. Pemerintah Kabupaten Lombok Utara (KLU) melalui Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) KLU memberikan klarifikasi, menyatakan bahwa lahan yang disengketakan tersebut bukanlah aset milik daerah.
Kepala BKAD KLU, Sahabudin, menjelaskan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) terkait status lahan. Bangunan di area tersebut, yang dibangun menggunakan anggaran dari pusat pada tahun 2021, memang telah diserahkan ke Pemda. Namun, gugatan yang diajukan pengusaha mengenai kepemilikan lahan masih dalam proses.
Menurut Sahabudin, status lahan sebelum pembangunan sudah menjadi perhatian. Pemda Lombok Utara berperan sebagai pengelola yang memanfaatkan dan menjaga aset milik negara, yang juga merupakan sempadan pantai.
“Kami di BKAD sedang mengkroscek yang menjamin lahan, karena tentu apabila ada pembangunan pasti persoalan menyangkut lahan sudah clear and clean,” ujarnya, Kamis (14/8/2025)
Area Sunset Point saat ini dikelola oleh Dinas Pariwisata dan telah disewakan kepada Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Gili Indah. Kerja sama ini dilakukan karena Pemda menyadari keterbatasan sumber daya manusia (SDM) untuk mengelola dan menjaga aset secara maksimal. Oleh karena itu, skema kerja sama dengan Bumdes dianggap sebagai solusi terbaik untuk mengamankan aset.
“Ini jadi pertimbangan sehingga dilakukan kerjasama dengan Bumdes, karena SDM terbatas tentu tidak akan maksimal menjaga dan mengamankan aset,” terang Sahabudin.
Sementara itu, Kepala Desa Gili Indah, Wardana, menegaskan bahwa Bumdes selalu berkoordinasi dengan Pemda KLU dalam setiap tahapan pembangunan di lokasi tersebut. Ia juga menyoroti mengapa gugatan baru muncul setelah pembangunan selesai.
“Dulu waktu dibangun kok tidak ada yang komplain, kalau ada artinya BPPW kan tidak jadi bangun di situ, logikanya begitu kan,” kata Wardana.
Ia menambahkan, Bumdes berstatus sebagai penyewa dari Dinas Pariwisata selama dua tahun, dan mereka hanya mengetahui status sebagai penyewa tanpa terlibat dalam masalah kepemilikan lahan.(*)













