Mataram, katada.id – Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memberikan atensi serius terhadap tingginya tingkat pernikahan dini dan perceraian di wilayahnya. Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, Azharuddin, saat apel pagi di Halaman Kanwil Kemenag NTB pada Senin (4/8/2025).
Azharuddin mengungkapkan bahwa Kemenag, baik di tingkat pusat maupun di NTB, menghadapi pekerjaan rumah besar terkait dua isu tersebut.
“Ada beberapa PR besar Kementerian Agama, terutama di tingkat Provinsi NTB, yaitu angka pernikahan dini,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa ada perbedaan data yang signifikan antara Kemenag dan sumber lainnya. Menurut Azharuddin, data Kemenag NTB yang bersumber dari peradilan agama menunjukkan angka pernikahan dini tidak lebih dari 400 pasang per tahun. Sementara itu, data dari sumber lain, seperti kepala dusun, kelurahan, atau kecamatan, bisa mencapai 22 ribu hingga 33 ribu pasangan setiap tahun. Bahkan, pada tahun 2018 ke bawah, angkanya pernah mencapai 50 ribu.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Kemenag NTB telah mengambil langkah proaktif melalui dua program utama, yaitu Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS) dan Bimbingan Remaja Usia Nikah (BRUN). Kedua program ini dilaksanakan di sekolah-sekolah yang rawan pernikahan dini, seperti di Kecamatan Kruak, Wanasaba, dan Sambelia di Kabupaten Lombok Timur, serta Kecamatan Gangga dan Bayan di Kabupaten Lombok Utara.
Selain itu, Kemenag NTB juga menyoroti tingginya angka perceraian. Untuk itu, para Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenag diimbau untuk berperan aktif dalam mengurangi kedua masalah ini.
“Kita sebagai ASN, mari berikhtiar paling tidak mengurangi sekecil apapun andil kita dalam rangka mengurangi pernikahan dini dan perceraian,” kata Azharuddin.
Di tempat yang sama, Kepala Kanwil Kemenag NTB, Zamroni Aziz, menambahkan bahwa pihaknya akan memaksimalkan peran para penyuluh agama dari semua agama untuk memberikan penyuluhan langsung ke sekolah, madrasah, dan pondok pesantren.
“Meminta kepada penyuluh agama untuk mengisi setiap Jumat kultumnya madrasah negeri maupun swasta. Karena angka pernikahan dini dimulai dari hubungan di sekolah atau madrasah,” ungkap Zamroni Aziz. (*)













