MATARAM-Warga Desa Lingsar mendatangi Kejari Mataram, Rabu (4/9). Mereka mendesak jaksa menangguhkan penahanan Kepala Desa (Kades) Lingsar, Sahyan.
Hanya saja, tuntutan warga yang meminta kejaksaan untuk mengabulkan permohonan penangguhan penahanan tersangka Sahyan tetap ditolak. Sebaliknya, jaksa malah memperpanjang penahanan tersangka di Lembaga Pemasyarakatan Mataram.
’’Kami sudah meminta penangguhan penahanan, bahkan Bupati Lombok Barat (Lobar) H Fauzan Khalid dan Wakil Bupati Hj Sumiatun sebagai penjamin. Tetapi, upaya penangguhan penahanan tersebut tak mempan,’’ kata Bion Hidayat, penasihat hukum Sahyan usai hearing dengan pihak Kejari Mataram.
Ia menuding jaksa terlalu terburu-buru dalam menetapkan tersangka. Padahal belum ada kerugian negaranya. Menurutnya, harusnya jaksa meminta audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terlebih dahulu. ”Tidak bisa jaksa menentukan kerugian negara dari audit internalnya sendiri,” protesnya.
Jaksa punya alasan tersendiri sehingga tetap menahan Sahyan. Pertimbangannya, jaksa khawatir tersangka menghilangkan alat bukti, mengulangi perbuatan yang sama, dan melarikan diri. ”Itu tidak mendasar. Penjamin klien ini Pak Bupati dan Wabup,” tegasnya.
Di sisi lain, Kasi Pidsus Kejari Mataram AA Gde Putra menegaskan, pihaknya tetap menahan tersangka. Itu merupakan hasil keputusan tim penyidik. ”Kami tidak bisa mengabulkan penangguhan penahanan tersangka,” tegasnya.
Saat ini penyidik masih melengkapi berkas tersangka. Setelah itu akan dilimpahkan ke tahap penuntutan. Mengenai tudingan kriminalisasi, ia enggan menjawabnya. ”Kita bekerja sesuai dengan prosedur hukum. Keterangan saksi dan alat bukti,” ujarnya.
Ia menambahkan, penyidik telah perpanjangan masa penahanan Sahyan. Perpanjangannya itu selama 40 hari. ”Kita perpanjang hingga 10 Oktober nanti,” tambah Putra.
Sebagai informasi, Sahyan tersandung kasus korupsi dana CSR PDAM Giri Menang. Ia telah ditahan di Lembaga Pemasyarakat Mataram. Ia ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyalahgunakan dana bantuan sebesar Rp 165 juta.
Anggaran tersebut tidak masuk ke rekening desa, tetapi dikirim ke rekening pribadi kepala desa tanpa persetujuan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD). (miq)