Gawat! Hampir Semua Tambak Udang di Bima Diduga Ilegal

0

Bima, katada.id- Sebanyak 28 Perusahaan Tambak Udang telah beroperasi di Kabupaten Bima. Namun tak satupun di antaranya memiliki kelengkapan izin usaha yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Dengan demikian perusahaan-perusahan tersebut masih illegal.

Bagaimana tidak, perusahaan-perusahaan yang mulai masuk sejak 2015 dan “berjamur” saat Bupati Indah Dhamayanti Putri jadi Bupati dua periode, belum memiliki Surat Laik Operasi (SLO) yang menunjukkan suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) telah memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Padahal SLO IPAL teramat penting bagi kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan hidup.

Hal itu diungkap Rafidin, S.Sos, seorang anggota DPRD Kabupaten Bima. “Sebanyak 28 Perusahaan Tambak Udang yang ada di Kabupaten Bima belum memiliki SLO IPAL,” ujarnya saat dikonfirmasi media ini, via WhatsApp, Selasa Malam, (22/04).

Menurut legislator fraksi PAN, itulah kesimpulan rapat Komisi I DPRD Kabupaten Bima, dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTST) Kabupaten Bima.

“Dengan demikian perusahaan tambang yang beroperasi sejak 2015, masih ilegal atau belum memiliki kelengkapan dokumen perizinan,” tegasnya.

Lebih lanjut dia menyatakan bahwa seluruh perusahaan tersebut melanggar ketentuan perundang-undangan dan tak mempunyai komitmen terhadap kelestarian lingkungan hidup.

“Pencemaran lingkungan hidup pasti akan merusak ekosistem dan merugikan masyarakat terutama disekitar area tambak. Pembuangan langsung limbah ke laut tentu punya dampak negatif,” katanya.

Anggota DPRD Dapil III itu juga mengendus bahwa, seluruh perusahaan tambang udang tidak berdampak signifikan untuk Pendapatan Asli Daerah atau PAD. Ia mencontohkan satu perusahaan tambak di Sape dalam kwitansinya menyetor dana sebesar 200 juta lebih.

“Namun PAD hasil dari 28 tambak udang tahun 2024 hanya menghasilkan 130 juta PAD. Ini teramat janggal,” jelasnya.

Dia menduga ada indikasi “permainan gelap” dibalik perijinan tambak udang dan minimnya serapan PAD.

“Korupsi dan Kolusi diduga dimulai dari proses perijinan,” tudingnya.

Kabag Prokopim Setda Kabupaten Bima Yan Suryadin ketika dikonfirmasi mengaku belum tahu terkait hal tersebut.

“Kita kroscek dulu ke Dinas Kelautan dan Perikanan,” ujarnya, sembari menyarankan agar data-data teknis langsung ditanyakan pada dinas terkait.

Sementara itu Dinas Kelautan dan Perikanan mengatakan bahwa tidak punya kewenangan untuk menyampaikan informasi tersebut.

“Itu ranah DLHK Provinsi NTB. Baiknya ditanyakan langsung pada Dinas terkait,” ujarnya.

Januari lalu, KPK mengungkap beragam masalah Tambak Udang di NTB saat rapat koordinasi Tata Kelola Pertambakan bersama Pemprov NTB dan seluruh Bupati dan Walikota di NTB. KPK mengidentifikasi kebocoran di sektor perizinan tambak udang di NTB akibat rendahnya sinkronisasi data antar instansi terkait. Hanya sekitar 10 persen tambak di NTB yang tercatat memiliki izin persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang laut (PKKPR Laut) dan izin lingkungan.

Atas dasar itu KPK memberikan sejumlah rekomendasi seperti:

1. Batas Waktu 6 Bulan: pengusaha wajib melengkapi izin, memperbaiki instalasi pengelolaan air limbah (IPAL), mengurus sertifikat laik operasi (SLO), dan mengurus izin penggunaan Air Laut Selain Energi (ALSE).

2. Pembentukan Satgas Lintas Sektor: melibatkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH), DPMPTSP, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta instansi terkait guna memperketat pengawasan.

3. Pembangunan IPAL Komunal: khusus bagi tambak tradisional agar lebih ramah lingkungan.

4. Penertiban Jarak Tambak: minimal 100 meter dari bibir pantai untuk menjaga ekosistem pesisir.

Sebagai informasi kabupaten Bima mempunyai lahan potensial tambak udang terbesar kedua di NTB. Dibawah Kabupaten Sumbawa (sm)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here