
Mataram, katada.id – Pengusaha asal Kota Mataram Hasanuddin menjadi korban penipuan modus kerja sama proyek. Uang miliaran rupiah pun melayang.
Hasanuddin tertipu dengan iming-iming Mawardi, yang menjanjikan proyek penimbunan Dermaga PT Pelindo III tahun 2017. Kasus penipuan ini telah dilaporkan ke Polda NTB dan Mawardi sudah divonis 3 tahun penjara tahun 2019 lalu. ”Sekarang saya laporkan lagi TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) dan sedang ditangani Ditreskrimsus Polda NTB,” terangnya kepada wartawan, Senin (18/9).
Hasanuddin melaporkan kasus TPPU ini Oktober 2022 lalu. Setelah beberapa bulan mengumpulkan data dan keterangan, penyidik Ditreskrimsus Polda NTB menaikan kasus tersebut ke tahap penyelidikan. Hal itu tertuang dalam surat perintah penyelidikan Nomor: SP.Lidik/141/III/Res.2.6/2023/Ditreskrimsus tertanggal 22 Februari 2023.
“Saya dan enam saksi yang saya ajukan sudah dimintai keterangan. Begitu pula dengan terlapor Mawardi,” ujarnya.
Berdasarkan surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) 27 Februari lalu, penyidik telah meminta keterangan pihak BPN Lombok Barat tentang sertifikat atas nama Mawardi. Selain itu, penyidik juga berkoordinasi dengan Bank BNI perihal rekening Mawardi dan Hasanuddin. ”Bahkan penyidik sudah turun cek lahan tersebut, bahkan informasinya sudah diblokir sertifikat Mawardi,” ungkapnya.
Kendati demikian, Hasanuddin belum mengetahui progres terbaru penanganan kasus tersebut. Karena itu, ia meminta kasus ini menjadi atensi Kapolda NTB Irjen Djoko Poerwanto. ”Saya berharap kasus ini segera dituntaskan. Saya minta kasus ini bisa jadi atensi Kapolda NTB,” harapnya dia.
Ia menceritakan kasus penipuan yang menimpanya. Awalnya, ia didatangi Dian Tayeb alias Rehan, orang disuruh Mawardi untuk mencari sumber dana. Saat menemuinya, Rehan menyampaikan bahwa Mawardi mendapatkan bagian 30 persen proyek pengurugan tempat pembangunan Dermaga Peti kemas PT pelindo III dari PT Pembangunan Perumahan (PT PP), selaku pemenang tender.
Saat itu, Rehan menyampaikan nilai proyek yang dikerjakan PT PP Rp 300 miliar. ”Sementara nilai proyek yang didapatkan Mawardi dari PT PP sekitar Rp 90 miliar atau 30 persen dari nilai proyek tersebut,” bebernya.
Untuk meyakinkan korban, Rehan mengajak Hasanuddin untuk mengunjungi lokasi proyek yang berada di pinggir pantai di Dusun Labuhan Tereng, Desa Lembar, Lombok Barat. Lokasi itu disebut sebagai lokasi proyek yang akan ditimbun Mawardi. ”Rehan menjelaskan area yang akan diurug Mawardi seluas 2,5 hektare,” sebut Hasanudin.
Beranjak dari lokasi proyek, Rehan mengajak korban menemui Mawardi di rumahnya di Perumda Lobar, Desa Dasan Geres, Kecamatan Gerung Lombok Barat. Saat bertemu, Mawardi meyakinkan perihal dirinya mendapatkan bagian 30 persen proyek penimbunan areal Dermaga PT Pelindo III.
”Mawardi menawarkan kerja sama dan saya diminta menyediakan uang modal kerja. Keuntungan yang akan didapat akan dibagi dua antara saya dengan Mawardi,” katanya.
Setelah pertemuan itu, Mawardi mengajak korban untuk melihat lagi lokasi proyek. Kemudian, korban diajak untuk mengunjungi tanah bukit yang terletak kurang lebih 1 kilometer sebelah selatan dari lokasi proyek itu.
”Tanah bukit itu akan dijadikan sebagai tanah yang akan dibeli sebagai bahan untuk mengurug proyek penimbunan pembangunan dermaga tersebut,” ujarnya.
Korban pun yakin dengan janji Mawardi. Terlebih lagi, Mawardi telah menunjukan lokasi proyek, sporadik, dan lokasi tanah sumber galian C yang akan dibeli.
Korban Hasanuddin pun bersedia menerima kerja sama yang ditawarkan Mawardi. Selanjutnya, Mawardi meminta uang kepada korban dengan alasan untuk kepentingan biaya persiapan proyek. Yaitu penyiapan atau sumber tanah material pengurugan dan administrasi proyek. ”Saya penuhi permintaan Mawardi,” jelasnya.
Hasanuddin menyerahkan secara tunai uang Rp 350 juta kepada Mawardi. Uang itu diserahkan di rumah rekannya, Mustawan tertanggal 14 Maret 2017. Lalu, penyerahan kedua Rp 690 juta tertanggal 21 Maret 2017.
”Setelah menyerahkan uang, kami tanda tangan surat kesepakatan perihal pengelolaan lokasi sumber tanah urug (galian C) seluas 1,38 hektare. Lalu pembelian kedua seluas 50 are,” sebutnya.
Mawardi kembali meminta uang kepada korban untuk kepentingan sewa alat-alat berat dan truk pengangkut tanah, pembelian bahan bakar minyak (BBM), serta gaji karyawan untuk pengupasan tanah bukit sumber material tanah urug. Saat itu, Mawardi meminta Rp 274.500.000. Korban mengirimkan uang beberapa kali ke rekening Mawardi. ”Total uang yang saya serahkan Rp 1.314.500.000,” katanya.
Setelah proses pengupasan tanah bukit itu, korban baru mengetahui jika Mawardi tidak mendapatkan proyek pengurugan di Dermaga Peti kemas PT Pelindo III. Namun dikerjakan perusahaan lain, salah satunya PT Damai Indah Utama.
Meski tidak mendapat proyek, Mawardi rupanya menjual tanah urug dan batu bolder ke PT Damai Indah Utama senilai Rp 2,8 miliar. ”Diam-diam Mawardi mengambil tanah urug yang saya beli itu dan dijual ke perusahaan yang memenangkan tender pengurugan dermaga tersebut,” ungkapnya.
Parahnya lagi, tanah tersebut telah dikuasai Mawardi. Sertifikat tanah tersebut dibuat atas nama pribadinya. ”Saya minta Polda NTB agar menuntaskan kasus TPPU tersebut,” desak dia.
Ditreskrimsus Polda NTB Kombes Pol Nasrun Pasaribu dikonfirmasi via pesan singkat WhatsApp belum dibalas hingga berita ini diturunkan. Begitu juga dengan Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Arman Asmara Syarifuddin. Pesan singkat yang dikirim belum juga dibalas. (ain)