Mataram katada.id – Penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reskrim Polresta Mataram akhirnya menetapkan guru salah satu SDIT di Mataram inisial MFB sebagai tersangka pelecehan seksual terhadap sejumlah siswi.
MFB ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat Nomor: S.Tap/67/I/RES.1.4/2025/Reskrim tertanggal 30 Januari.
Dalam surat yang ditandatangani Kasatreskrim Polresta Mataram AKP Regi Halili menyebutkan bahwa MFB menjadi tersangka sehubungan dengan perkara dugaan tindak pidana melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serta serangkaian kebohongan untuk melakukan perbuatan cabul.
MFB disangkakan dengan Pasal 82 ayat (1) jo Pasal 76E Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kasatreskrim Polresta Mataram AKP Regi Halili yang dikonfirmasi katada.id membenarkan adanya penetapan tersangka kasus dugaan pelecehan seksual terhadap siswi salah satu SDIT tersebut. Namun ia menyarankan agar menghubungi Kanit PPA.
Sementara itu, Kanit PPA Satreskrim Polresta Mataram Iptu Eko Ari Prastya belum menjawab konfirmasi mengenai penetapan tersangka kasus pelecehan seksual siswi tersebut.
Kepala SDIT Enggan Temui Wartawan
Terpisah, pihak SDIT yang berlokasi di Babakan, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram bungkam. Bahkan kepala SDIT, Muhammad Chaery Hazmi enggan menemui wartawan.
Ketika didatangi di sekolah, stafnya sempat mengabarkan ada wartawan yang ingin konfirmasi kepada Hazmi. Namun Hazmi menyampaikan tidak ingin menemui dan berkomentar di media. “Pak kepala enggan berkomentar,” kata salah seorang staf.
Pemkot Mataram Diminta Evaluasi SDIT
Penasihat Hukum Korban, Rusdiansyah meminta Dinas Pendidikan (Disdik) Mataram mengevaluasi SDIT tempat kejadian perkara pelecehan seksual. “Kami berharap agar Pemerintah Kota Mataram mengevaluasi lembaga pendidikan SDIT tersebut dan kasus ini juga menjadi pelajaran penting bagi kita semua,” kata Rusdiansyah.
Ia meminta agar Pemkot Mataram, melalui dinas terkait, serta institusi penyelenggara pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi memperbaiki sistem rekrutmen tenaga pendidik.
Rusdiansyah juga menyarankan agar dalam perekrutan tenaga pendidik, pemerintah dan institusi pendidikan menerapkan tes psikologi atau kejiwaan, baik saat seleksi awal maupun secara berkala setelah mereka bertugas.
“Kami berharap kasus ini menjadi yang terakhir dan tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual di lingkungan pendidikan,” pungkasnya. (din)