Peran dan Pemanfaatan Industri 4.0 Untuk Penguatan Nilai Budaya

0
Sahril Ramadhan, pemuda asal Kecamatan Sape, Kabupaten Bima.

Bima, katada.id – Pada abad 21 ini, di era industri 4.0 teknologi digital sudah menjadi platform kehidupan manusia. Seperti terjadinya interaksi sosial, transaksi ekonomi dan aktivitas lainnya.

Berbagai layanan komunikasi melalui media digital kini semakin banyak, mulai dari mengakses, mendistribusikan serta mendiskusikan informasi, sehingga cepat direspon dan dibagikan. Masyarakat tidak perlu lagi bersusah payah bertemu secara langsung.

Penggunaan teknologi pada bidang kehidupan manusia memicu adanya kemudahan dan produktif dalam beraktivitas. Berdasarkan hasil riset Asosiasi Penyelenggaraan Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukan pertumbuhan pengguna internet di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang awalnya 10,12% menjadi 64,8% pada tahun 2019. Perkembangan yang sangat signifikan membuktikan bahwa keberadaan media digital menjadi kebuuhan baru masyaraka Indonesia.

Namun, pembahasan kali ini akan mengunci pada tatanan pembahasan budaya dan digital. Kita tahu bahwa Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan SDA dan Budaya. Dari budaya-budaya melahirkan suatu nilai yang menjadi panduan utuh masyarakat dalam bertindak dan berperilaku.

Semakin berkembangnya teknologi, maka semakin dekat pula informasi yang kita tahu terhadap suatu negara maupun dunia. Keterbukaan informasi mendorong adanya pembaharuan kebudayaan seperti akulturasi budaya. Disisi lain dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi, keberadaan budaya di Indonesia semakin di kesampingkan oleh masyarakat. Lamban laut, keberadaan budaya akan tenggelam.

Oleh karena itu, harus ada penyesuaian yang dilakukan untuk mempertahankan budaya di tengah arus digital. Kajiannya bahwa di era industri 4.0 ini, kita akan dihadapkan pada lima tantangan besar seperti pengetahuan, teknologi, ekonomi, politik dan social-budaya. Dari tantangan tersebut harus mampu kita atasi dengan melakukan penyesuaian, menjadikan digital dan budaya satu kesatuan yang saling mengisi dalam mempertahankan eksistensinya.

Pola Komunikasi di era digital

Era digital menawarkan pola hidup yang post-modern dengan peningkatan kualitas perubahan interaksi sosial. Kehidupan masyarakat seperti itu cenderung cosmopolitan yang besifat individual dan profesionalisme, yang berarti pola hidup masyarakat era post-modern berubah drastis, lebih khususnya dalam interaksi social.

Masyarakat modern secara umum memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada masyarakat transisi. Pengetahuan yang lebih luas dan pola pikir yang lebih rasional lebih banyak diterapkan pada masa modern. Tahapan kehidupan masyarakat mulai berkembang dalam segi komunikasi dan akses informasi, sehingga mempengaruhi berbagai komunikasi, salah satunya adalah komunikasi antar budaya. Hal itu tidak lepas dari konvergensi media. Muncullah istilah-istilah seperti komunikasi internasional, komunikasi antar-ras dan komunikasi antar-etnis.

Komunikasi-komunikasi yang muncul tidak lepas dari adanya identitas dan nilai budaya. Melalui kekayaan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia dan perkembangan perangkat komunikasi, maka budaya sebagai identitas diri dapat dengan mudah disebar luaskan, baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Dengan kata lain kehadiran internet dan media baru memunculkan pola komunikasi baru. Pola komunikasi yang condong kepada pemenuhan kebutuhan individual dalam ranah kerja.

Karakter Budaya di era digital

Ditengah arus global, keberadaan budaya Indonesia kian hari semakin menyusut. Hal tersebut tidak lepas dari mudahnya mengakses infomasi. Semua informasi dapat diperoleh dengan mudah mulai dari budaya negara lain, tranding topik dan tema yang sedang hangat dibicarakan dikhalayak ramai. Akses yang mudah tersebut memunculkan pandangan baru bagi masyarakat terhadap budayanya, sehingga menimbulkan saling membandingkan antara satu negara dengan negara lainnya, budaya negara Indonesia dengan budaya negara china, korea, jepang, amerika dan negara-negara lainnya.

Kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia yang sangat beragam dan berlimpah, seharusnya mampu membawa masyarakat untuk tetap mempertahankan eksistensi budaya, namun aktivitas yang menimbulkan malah sebaliknya, masyarakat meninggalkan budayanya dan mengikuti budaya negara lain. Sedangkan negara lain mengambil inspirasi dari kekayaan budaya di Indonesia dalam meningkatkan potensi negaranya.

Ada nilai yang hilang dari masyarakat dalam memandang budaya negara Indonesia, Selain itu Indonesia sudah kehilangan karakter budayanya. Inilah yang menjadi sumber masalah dalam melestarikan budaya di Indonesia. Maka perlu dikembalikan karakter tersebut dalam kehidupa bermasyarak, karaker cina budaya Indonesia.

Untuk mewujudkan karakter budaya, harus ada inovasi yang beragam. Keberadaan internet atau media digital harus bisa dimanfaatkan sebaik mungkin dalam menjaga dan mengembangkan budayanya. Pada pengembangan budaya setiap daerah harus tetap menjaga keutuhan nilai-nilai norma yang berlaku. Karena kecenderungan yang mucul bahwa ketika Ekonomi atau Bisnis di sandingkan dengan budaya selalu mengkerdilkan nilai dari budaya itu sendiri.

Dunia pendidikan memandang digitalisasi media merupakan metode menyampaikan informasi dan transformasi ilmu pengetahuan. Namun, kombinasinya dengan budaya masih tidak seimbang, katakanlah dilingkup pembelajaran belum adanya panduan utuh dalam mengelola dan mengembangkan pembelajaran berbasis budaya. Hal itu memicu banyak generasi tidak tahu asal usul budayanya, apa yang menjadi nilai atau norma dalam hidup berbudaya sehingga lambat laut budaya sudah tidak ada dan muncul kaum-kaum Utopia.

Selanjutnya, Sahril juga membeberkan beberapa solusi sederhana dalam menciptakan keseimbangan antara budaya dan digital, maka hal-hal yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:

Pertama, pendidikan budaya menjadi kurikulum wajib dalam setiap sekolah, untuk pengembangan berbasis digital, tugas guru untuk menyiapkan modul dan media pembelajaran.

Kedua, lembaga adat harus mampu adaptif dengan media digital dan menjadikannya sebagai teman dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Dimaksudkan lembaga adat, harus mampu memberikan pelayanan berbasis digital. Seperti adanya pengaduan pelanggaran norma, informasi pelaksanaan acara adat harus dikombinasikan dengan media digital. Dengan catatan tidak menghilangkan esensi budaya.

Ketiga, peran aktif pemuda dalam mengembangkan budaya ialah dengan terus mempromosikan budaya dengan cara yang kreatif dan inovatif. Karena sudah banya media internet yang bisa dimanfaatkan dalam memperkenalkan budaya.

Terakhir, perpustakaan budaya digital. Platform digital harus mampu menjadi instrument dalam mempertahankan dan mengedukasi budaya Indonesia.

Jika keempat hal di atas mampu diterapkan, maka peluang Indonesia menjadi negara modern berkarakter budaya akan ada. (red)

Oleh: Sahril Ramadhan, mantan Sekum BPL HMI Cabang Bima periode 2020-2021 yang Juga Alumni Kampus STKIP Bima.

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here