Potret HMI; Tujuh Dekade Menjaga Republik

0
Ketua umum HMI komisariat FKIP Universitas Mataram (UNRAM), Fauzi M. Aduiyatma.

Oleh : Fauzi M. Adiyatma (Ketum HMI Komisariat FKIP Unram)

Mataram, katada.id – Pada tanggal 5 Febuari 1947 M bertepatan pada 14 Rabiul Awal 1366 H, lahir sebuah organisasi kemahasiswaan Islam pertama di negeri ini, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Jika terhitung sejak berdirinya maka genap berusia 76 tahun. Lalu apa yang membuat kita sebagai kadernya tidak mengucapkan; Selamat HMI yang ke-76 Tahun. Sesuai tema milad yang sekarang, insyaAllah “Khidmat HMI untuk Masa Depan Peradaban”

Warna “hijau dan hitam” dalam khalayak umum mengartikan itu hanya sebatas warna yang biasa-biasa saja. Bagi setiap kader HMI, warna yang mendominasi dalam logo organisasi mahasiswa Islam tertua ini, punya makna lain. Barangkali warna juga punya masa tersendiri, layaknya mahluk hidup pada umumnya, punya masa mudanya, remaja, hingga tua. Itu sebabnya, setiap menginjak usia yang mulai menua maka warna juga akan mulai memudar. Tapi tidak berlaku dengan HMI. Hijau hitamnya “tak lapuk oleh hujan, tak lekang oleh panas”. Begitu kata pepatah untuk mewakili HMI yang usianya semakin menua secara “angka”.

Teringat ungkapan Descartes filsuf asal Prancis; cogito ergo sum (aku berfikir maka aku ada). Kita dapat mendeskripsikan kelahiran HMI memang menjadi sejarah penting bagi kadernya, buah dari dialektika para intelektual muslim dan cendekiawan muda mahasiswa saat itu. Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI bersama rekan-rekanya manaruh gagasan yang cukup panjang pada fase konsolidasi spirtual, dari November 1946 hingga Febuari 1947. Fase ini menjadi penanda bagaimana pertarungan pikiran pada paruh abad ke-20 itu merupakan langkah awal bagi berdirinya suatu organisasi. Misi kebangsaan dan keIslaman menjadi wacana awal HMI, sampai sekarang.

Gagasan kebangsaan dan keislaman yang tumbuh dan berkembang di HMI telah menghegemoni perjalanan bangsa, baik secara intelektualnya hingga politik nasional. Bukan rahasia umum lagi, bahwa kader HMI memang tersebar di seluruh kampus yang ada di Indonesia, secara kuantitas juga kualitas begitu cukup. Tapi ada hal yang perlu diingat, HMI besar bukan karna kuantitas dan kualitasnya, karnanya banyak organisasi kemahasiswaan yang kuatitas juga kualitasnya mungkin melebihi HMI. Hijau hitam selalu menjadi pembeda, organisasi ini dibesarkan karna dinamika intelektualnya yang terus dijaga, sejak didirikan hingga seusia “senja” sekarang.

Tidak begitu sulit mengingat usia HMI, kita ingat hari kemerdekaan bangsa Indonesia saja kita sudah bisa tahu usia HMI sudah berapa. Minus dua tahun dari kelahiran Republik ini. Kita bayangkan saja, itu bukan waktu yang singkat. Jika kita tidak memprogramkan cukur rambut misal, rambut kita barangkali melebihi panjang rambutnya putri Rapunzel dalam cerita dongeng dari Grimm Brothers, atau Putri La Hila dalam cerita Fiksi rakyat Bima. Akan lebih banyak perumpaan lain yang bisa kita angan-angankan dengan waktu 76 tahun.

Kehadiran HMI yang berstatus sebagai organisasi mahasiswa, berfungsi sebagai organisasi kader dan berperan sebagai organisasi perjuangan serta bersifat independen, punya latar belakang yang jelas. Melihat kondisi bangsa yang begitu besar, sangat disayangkan jika tenaga intelektualnya tidak mampu mengimbangi pemenuhan tugas duniawi dan ukhrowi, iman dan ilmu, individu dan masyarakat menjadikan peranan kaum intelektual sangat dibutuhkan untuk masa depan. Telah dirumuskan dengan jelas pada pasal 4 AD HMI yaitu; “Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang Bernafaskan Islam dan Bertanggung jawab atas Terwujudnya Masyarakat Adil dan Makmur yang diridhoi Allah Subhanahu Wataala”

Nilai memang bukan barang final sebelum amal sholeh diejawantahkan pada kehidupan nyata. Bagaimana tidak, untuk sekarang saja tradisi intelektual kader HMI perlahan mulai menghilang, budaya baca, diskusi begitu tidak lagi nampak pada setiap pojok kampus. BerHMI bukan hanya saja bertransformasi dari mahasiswa ke aktivis, kebanyakan orang menyebutnya bahwa kader HMI itu aktivis. Menjadi kader adalah punya peran yang harus benar-benar diemban. Status kader juga bukan hanya menjadi pembeda dari mahasiswa umum. Ini menjadi PR bagi kita semua, bahwa menjadi generasi unggul tidak cukup hanya berada dalam naungan “nama” yang besar, matang secara intelektual butuh proses yang panjang dan komitmen yang kuat. Sekarang kita harus menerimanya dengan ikhlas dan mengakui bahwa kader HMI tidak lagi haus akan khazanah intelektual.

Jika mengutip kata dari Ahmad Wahib; “Kegagalan HMI adalah kegagalan suatu generasi. Keberhasilan HMI ada keberhasilan suatu generasi”. Dewasa ini, alih-alih mengungkapkan bahwa kabarnya HMI begitu tidak lagi punya integritas yang baik terhadap publik. Beberapa kali problem kebangsaan berlalu begitu saja tanpa adanya respon serius bagi bagi HMI. Turun kejalan cuman hanya berorasi lepas begitu saja, sebatas ingin menunjukkan keberpihakan kepada rakyat yang sedang dikebiri oleh kekuasaan. Kejadian itu terus berulang tanpa ada ujungnya jelas. Kerap isu negosiasi di atas begitu mencuat pada publik dan menjadi multi tafsir yang sangat liar.

Sebagai organisasi kader, HMI harus bisa menerawang arah generasi kedepan. Sebab tidak semua harus sama dengan kebanyakan, apalagi harus mendominasi dalam politik. Ruang-ruang generasi mesti dipetakan sesuai kebutuhan zamannya. Tekanan sesuai kepentingan tidak begitu baik untuk terus dikonsumsi. Pernah dengar kalimat seperti ini; “setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya”. Yang paling membosankan adalah setiap masa orangnya itu-itu aja. Cukup hanya kata yang abadi. Selebihnya biarkan setiap yang tumbuh harus berganti.

Mendengar kalimat “mohon arahannya kanda”, satire ini full miliknya HMI dan menjadi senjata paling ampuh saat sedang berada pada jalan buntu. Kalimat singkat itu bukan hanya sebatas guyonan sesaat yang tidak punya makna, ungkapan itu meninggal pesan yang cukup serius dan menggambarkan bahasa politik kelas atas. Wajar saja HMI selalu diidentikan sebagai organisasi politik dalam tafsiran lain. Dan itu tidak menutup kemungkinan mahasiswa enggan berHMI bahkan punya anggapan paling buruk bahwa HMI itu organisasi yang sesat.

Saya sangat khawatir pada kata Soe Hok Gie dalam bukunya Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan, “pemuda kita umumnya hanya mempunyai kecakapan untuk menjadi serdadu, yaitu menerima perintah tapi tidak pernah diajar memimpin”. Bisa jadi ini kutukan untuk bangsa yang hanya bisa “menyusu” ke bangsa lain.

Namun ada sesuatu yang tidak pernah hilang dalam HMI. Ikhtiarnya yang selalu menggalang kekuatan untuk membina kader dari jeratan kebodohan spiritual untuk menjadikan pribadi muslim yang moderat. HMI begitu optimis, organisasi yang sempat mau dibubarkan pada era orde baru itu, membuktikan bahwa semakin ditekan semakin militan.

Pada sisi lain kita juga tidak bisa naifkan, Tujuh Dekade lebih EFEK HMI dalam mengarungi sejarah negeri ini, di tengah-tengah problem kebangsaan HMI konsisten melahirkan gagasan pembaharu untuk setiap zaman. Sepanjang sejarah republik ini berjalan, dari masa lalu hingga sekarang tercatat ada 3 periode sejarah bangsa Indonesia. Pertama periode Penjajahan, kedua Revolusi, ketiga Membangun dan HMI selalu terlibat di dalamnya. Juga tak kalah penting, momen epic bagi HMI dimana telah dua kali melewati jurang maut; diantaranya peristiwa 1965 dan selamat dari huru-hara 1998. Tidak mengherankan bahwa HMI benar-benar dimatangkan secara politik dan dinamika Indonesia.

Pembukaan Kongres HMI ke-XXXI yang digelar di Surabaya pada 17 hingga 22 Maret 2021 dengan mengusung tema “Merajut Persatuan untuk Indonesia Berdaulat dan Berkeadilan”. Presiden Jokowi Widodo secara virtual dalam sambutannya, memandang bahwa HMI merupakan organisasi yang banyak melahirkan tokoh umat dan para pemimpin bangsa yang berkontribusi pada ladang pengabdian yang luas dan beragam. Banyak sekali kader-kader HMI yang kini menyumbangkan pikiran dan tenaganya dalam Kabinet Indonesia Maju. Ujar, pak Presiden pada sambutannya.

Peringatan Hari Pahlawan Nasional. Selain acara mengheningkan cipta, tanggal 10 November 2017 lalu ditandai juga dengan pemberian penghargaan dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah. Ada empat tokoh yang diberikan penghargaan. Waktu itu HMI menjadi buah bibir bagi kader dan para alumninya, sebab dari keempat tokoh yang mendapat penghargaan itu, seorang pendiri HMI, Lafran Pane juga termasuk yang mendapat gelar pahlawan nasional, dan merupakan satu-satunya tokoh yang digelari pahlawan nasional yang berjuang di awal masa kemerdekaan. Ia juga menjadi salah satu tokoh utama yang menentang pergantian ideologi negara dari Pancasila menjadi komunisme. Itu kabar baik bagi keluarga besar HMI.

Jelas saja 76 tahun perjalanan HMI dan sudah pasti telah menorehkan sejarah pada setiap musimnya. Namun Sejarah tetaplah sejarah, jangan sampai kita terus dewa-dewakan cukup menjadi refleksi untuk kita melangkah kedepan. Kita mesti percaya bahwa setiap momen kelahiran adalah kembalinya pribadi yang utuh, dengan ini perjuangan kita lanjutkan, kaderisasi terus kita hidupkan, tradisi intelektual HMI kita gelorakan lagi, mision HMI tetap menjadi pondasi pada setiap nafas juang, demi mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.

“Selamat Milad Himpunan Mahasiswa Islam ke-76, Panjang umur perjuangan.” (red).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here