Kota Bima, katada.id – Siti Hadijah (46), seorang janda asal Pena Toi, Kecamatan Mpunda, Kota Bima mengaku lahan warisan orang tuanya disertifikat sepihak oleh keluarga almarhum Amirudin yang juga warga Kota Bima. Padahal, lahan seluas 3 hektar yang berlokasi di Kelurahan Ule, Kecamatan Asakota, Kota Bima, tidak pernah dia jual kepada siapapun.
Hadijah menceritakan, lahan itu merupakan tanah warisan. Tanah tersebut digarap orang tuanya, Ali Ama Mahama sejak dulu hingga 1985. Selanjutnya, tanah itu digarap dirinya hingga saat ini.
”Kalau terbit kohir dengan nomor 556 itu sekitar tahun 1972. Kemudian tiba-tiba disertifikat secara sepihak oleh (almarhum) Amirudin sekitar 2017 lalu,” ungkapnya, Senin (2/12).
Lahan itu ia ketahui disertifikat setelah Amirudin mendatanginya ketika sedang tanam jagung. Dia datang mengklaim bahwa lahan telah dibeli dari ayah dan dirinya sekitar tahun 1988 silam.
Saat itu, Amirudin sempat menunjukan sertifikat tanah dan bukti surat jual beli lahan yang telah ditandatangani olehnya dan sang ayah. Padahal, ia bersama ayahnya merasa tidak pernah menandatangani surat jual beli tanah tersebut.
”Kami gak pernah tanda tangan. Saat itu saya masih kecil belum tahu apa-apa. Itu surat jual beli palsu yang sengaja dibuat untuk mengelabui kami,” duga dia.
Tidak lama kemudian, pihak Amirudin lantas melaporkan dirinya ke Polsek Asakota atas kasus penyerobotan lahan. Hingga akhirnya, dia harus disanksi menjalani tahanan luar selama dua bulan. ”Saya jadi tahanan luar dua bulan gegara laporan itu,” keluh dia.
Hadijah mengaku sempat mengajukan surat ke Menteri Pertanahan terkait lahan yang disertifikat tersebut. Dengan harapan, agar tuntutan bisa merebut kembali lahan yang dikuasai oleh keluarga Amirudin.
Pihak kementerian saat itu sempat turunkan surat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bima agar laporan dirinya segera ditindaklanjuti. ”Mereka memang turun cek lahan saat itu, tapi hasilnya gak ada. Malah tanya ke saya, kenapa baru sekarang dipersoalkan,” kata dia meniru ucapan pegawai BPN Kota Bima.
Kini, Hadijah terus berjuang merebut kembali lahan melalui upaya hukum ke jalur PTUN Mataram, dengan harapan pembatalan sertifikat. Namun, di tengah proses hukum bergulir, tiba-tiba di atas lahan dibongkar tumpukan batu dan pasir oleh Fitri, warga yang telah membeli lahan dari keluarga almarhum Amirudin.
Selain ke Fitri, keluar almarhum Amirudin juga telah menjual sebagian lahan ke warga lainnya, Syarifudin. Bahkan, dua warga itu telah mengantongi sertifikat kepemilikan lahan dari BPN Kota Bima.
”Fitri bongkar batu dan pasir di lahan itu sudah tiga hari lalu. Tindakan dia tentu saya tidak terima, karena proses hukum atas lahan itu sedang berjalan,” kata Hadijah.
Sementara, Kepala BPN Kota Bima Supriyadi yang dikonfirmasi mengenai sengketa lahan tersebut belum menjawab. Pesan singkat via telepon genggam belum dibalas. (rl)